BAB 6 : MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
1. MASYARAKAT PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
A. PENGERTIAN MASYARAKAT
Sebelum kita bicara lebih lanjut masalah
masyarakat, baiklah kita tinjau dulu definisi
tentang masyarakat.
Definisi
adalah uraian ringkas
untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu
persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisis.
Analisis Inilah yang memberikan arti yang jemih dan kokoh dart sesuatu
pengertian.
Mengenai
arti masyarakat, baiklah
di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai masyarakat dari para sarjana,
seperti misalnya :
1) R. Linton : Seorang
ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat
adalah setiap kelompok manusia yang telaha cukup lama hidup dan
bekerjasama, sehingga mereka
ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya
dalam satu kesatuan
sosial dengan batas-batas tertentu.
2) M.J. Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok
individu yang diorganisasikan dan mengikuti
satu Cara hidup tertentu.
3) J.L. Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa
masyarakat adalah kelompok manusia
yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan
persatuan yang sama.
Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
4) S.R. Steinmetz: Seorang sosiolog bangsa
Belanda mengatakan, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
yang terbesar, yanag meliputi
pengelompokan-pengelompokan manusia
yang lebih kecil,
yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
5) Hasan Shadily : mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau
kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh
bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satusama
lain.
Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerja sama dalam
waktu yang cukup lama. Kelompok
manusia yang dimaksud
di alas yang belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu :
a) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota.
b) Timbul perasaan
berkelompok secara lambat laun atau I esprit
de cerpa.
Proses ini biasanya
tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok dalam suasana trial and error.
Dari uraian tersebut
di alas dapat kita lihat bahwa masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan arti yang
sempit. Dalam arti luas masyarakat dimaksud
keseluruhan hubungan-hubungan
dalam hidup bersama dan tidak
dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan Kata lain : kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit
masyarakat dimaKsud sekelompok manusia yang dibatasi
oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Umpama
: ada masyarakat Jawa. ada masyarakat Sunda,
masyarakat Minang, masyarakat mahasiswa,
masyarakat petani, dan sebagainya, dipakailah Kata masyarakat itu dalam
arti sempit.
Mengingat
definisi-definisi masyarakat atersebut di alas maka dapat diambil
Kesimpulan, bahwa masyarakat barns mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a) Harus ada pengumpulan manusia,
dan barns banyak, bukan pengumpulan
binatang;
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu;
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuK
menuju kepada
kepentingan dan tujuan
bersama.
Dipandang
dart Cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi
dalam :
1) Masyarakat paksaan. misalnya : negara, masyarakat tawanan dan lainlain.
2) Masyarakat merdeka,
yang terbagi dalam :
(a) Masyarakat natuur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan (horde), suku (scam),
yang bertalian Karena hubungan darah atau Keturunan.
Dan biasanya
masih sederhana sekali kebudayaannya.
(b) Masyarakac kultur,
yaitu masyarakat yang terjadi Karena
kepentingan keduniaan
atau kepercayaan, misalnya : koperasi, kongsi
perekonomian, gereja dan sebagainya.
B. MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian
masyarakat
kota lebih ditekankan
pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda
dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kola tidak terbatas
pada aspek-aspek seperti
pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya.
Hal ini disebabkan oleh
Karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang diutamakan adalah bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan
menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam
kaleng. Pada orang-orang desa ada kesan,
bahwa mereka masak makanan itu sendiri
tanpa memperdulikan apakah tamu-tamunya suka atau tidak.
Pada orang kola, makanan
yang
dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat penghidangannya juga barns mewah dan terhormat. Di sini terlihat
pe,rbedaan penilaian.
Orang desa memandang makanan sebagai suatu alat memenuhi kebutuhan biologis,
sedangkan pada orang kola, makanan sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan sosial.
Demikian pula masalah
pakaian, orang kola memandang pakaian pun sebagai alat kebutuhan
sosial. Bahkan pakaian
yang dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai.
Ada beberapa ciri yang menonjol
pada masyarakat kola, yaitu :
1) Kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat
di tempat-tempat peribadatan, seperti : di masjid, gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan.
cara kehidupan demikian
mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, biladibandingkan dengan kehidupan
warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2) Orang kola pada umumnya
dapat mengurus dirinya sendiri tanpa barns bergantung pada orang-orang lain. Yang terpentingdi sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kola-kola kehidupan keluarga
sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3) Pembagian
kerja di antara
warga-warga kola juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata. Misalnya
seorang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan rekan-rekannya daripada
tukang-tukang becak, tukang kelontong
atau pedagang kaki lima lainnya.
Seorang sarjana ekonomi akan lebih banyak bergaul
dengan rekannya dengan
latar belakang pendidikandalam ilmu ekonomidaripadadengan sarjana-sarjana ilmu politik,
sejarah, atau yang lainnya. Begitu pula dalam lingkungan mahasiswa mereka
lebih senang bergaul
dengan sesamanya daripada
dengan mahasiswa yang tingkatannya lebih tinggi atau rendah.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan
juga lebih banyak diperoleh warga koladaripada warga desa. Pekerjaan para warga
desa lebih bersifat
seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh Karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Lain halnyadi kola, pembagian
kerja sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri, sehingga
tidak hanya terbatas pada satu sektor pekerjaan. Singkatnya, di kola banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat diker,iakan oeh warga-warga kola, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.
5) Jalan pikiran rasional
yang pada umumnya
dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebihdidasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6) Jalan kehidupan yang cepatdi kola-kola, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kola, sehingga pembagian
waktu yang tyeliti
sangat penting, untuk dapat mengejar
kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7) Perubahan"perubahan sosial
tampak dengan nyata di kola-kola, sebab kola-kola biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tuadengan
golongan muda. Oleh Karena itu golongan
muda yang belum sepenuhnya
terwujud kepribadiannya, lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.
C. PERBEDAAN
DESA DAN KOTA
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai
petun,ink untuk membedakan antaradesadan kola. Dengan melihat pcrbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat
mengurangi kesulitan dalam menentukan
apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai
masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri-ciri
tersebut antara lain :
I ) jumlah dan kepadatan penduduk;
2) lingkungan hidup;
3) mata pencaharian;
4) corak kehidupan sosial;
5) stratifikasi sosial;
6) mobilitas `sosial;
7) pola interaksi sosial;
8) solidaritas sosial; dan
9) kedudukan dalam hierarki sistem
administrasi nasional.
Meskipun
tidak ada ukuran
pasti, kola memiliki
penduduk yanag jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini mempunyai
kaitan erat dengan kepadatan penduduk,
yaitu jumlah penduduk
yang tinggal pada suatu
luas wilayah tertentu,
misalnya saja jumlah per KM " (kilometer persegi) atau
jumlah per hektar. Kepadatan penduduk
ini mempunyai pengaruh
yang besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di desa jumlah penduduk
sedikit, tanah untuk keperluan
perumahan cenderung ke arah horisontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Jadi Karena pelebaran samping tidak memungkinkan maka untuk memenuhi
bertambahnya kebutuhan perumahan, pengembangannya mengarah
ke alas.
Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan
pedesaan terasa lebih dekatdengan
alam bebas. Udaranya bersih,
sinar matahari cukup,
tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuhtumbuhan dan berbagai satwa
yang terdapat di Sela-Sela pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun
berterbangan di udara bebas.
Air yang menetes,
merembes atau memancar
dart sumbersumbernyadan kemudian mengalir
melalui anak-anak sungai mengairi petakpetak persawahan. Semua ini sangat
berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian
besar dilapisi beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan kadang'-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan pemukiman
yang padat.
Udara yang seringkali terasa pengap, Karena
tercemar asap buangan cerobong pabrik dan kendaraan
bermotor. Hiruk"'pikuk, lalu lalang kendaraan ataupun manusia di Sela-Sela kebisingan yang berasal dariberbagai sumber bunyi yang seolah-olah saling berebut keras satu sama lain. Rota sudah terlalu banyak mengalami sentuhan teknologi, sehingga
penduduk kola yang merindukan alam kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam
rumahnya, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.
Perbedaan
paling menonjol adalah pada mata pencaharian.
Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi
primer yaitu bidang
agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakandan termasuk juga perikanandarat. Sedangkan kola merupakan pusat kegiatan
sektor ekonomi sekunder
yang meliputi bidang industri, di samping sektor ekonomi terrier
yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah
mengolahalam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, balk bahan
kebutuhan pangan, sandang
maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan
pokok manusia. Sedangkan
kola mengolah bahan-bahan mentah yang berasal
dari desa menjadi
bahan-bahan asetengah jadi atau mengolahnya sehingga
berwujud bahan jadi yang dapat segera
dikonsumsikan.
Dalam haldistribusi basil produksi ini pun terdapat
perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah ataupun
jenis barang yang tersedia
di pasaran sangat terbatas.
Di kola tersedia berbagai macaw barang yang jumlahnya pun melimpah. Bahkan tempat penjualannya pun beraneka ragam. Ada barang-barang yang dijajakan di kaki-lima, dijual di pasar biasa
di mana pembelidapat tawar-menawardengan penjual ataudijual di supermarketdalam
suasana yang nyaman dan harga yang pasti. Bidang produksi
dan jalur distribusidi perkotaan lebih kompleks biladibandingkandengan yang terdapat
di pedesaan, hal ini memerlukan
tingkat teknologi yang lebih canggih. Dengan demikian memerlukan tenaga-tenaga yang memilki keahlian
khusus untuk melayani kegiatana produksi
ataupun memperlancar arus distribusinya.
Corak kehidupan
sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kola sangat heterogen. karenadi Sana saling bertemu
berbagai suku bangsa, agama,
kelompok dan masing-musing memiliki kepentingan
yang berlainan.
Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi
berakibat bahwa sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kola jauh lebih kompleks
daripada di desa. Misalnya saja mereka
yang memiliki keahlian
khusus dan bidang kerjanya lebih banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan
lebih tinggi dan upah lebih besardaripada mereka yang dalam sistem kerja hanyamampu
menggunakan tenaga kasarnya
saja. Hal ini akan membawa
akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin semakin
menyolok.
Mobilitas
sosial di kola jauh lebih besar daripada
di desa. Di kola,
seseorang memiliki kesempatan
lebih besar untuk mengalami mobilitas
sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan
yang lebih tinggi atau lebih rendah,
maupun horisontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.
Pola-pola interaksi
sosial pada suatu masyarakatditentukan oleh struktur
sosial masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan
struktur sosial sangat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur
sosialdan lembaga-lembaga
sosial yang ada di pedesaan
sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat tersebut juga tidak
sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat
berperan dalam interaksi
dan hubungan sosial
adalah motif-motif sosial.
Jumlah angkatan
kerja yang tidak mempunyai pekerjaan
tetapdi pedesaan jauh lebih besar daripada
di perkotaan. Sedangkan di perkotaan terdapat kesempatan kerja yang lebih luas baik di sektor formal maupun sektor informal,
misalnya saja kesepatan untuk menjadi penjual berbagai barang dagangan di kaki lima, pengumpul berbagai
macaw barang-barang bekas
yang masih dapat divan faatkan
atau diproses kembali
(barang-barang plastik, besi tua,
pecahan kaca), penjual
keliling tradisional atau bahkan berbagai
kesempatan untuk mendapatkan penghasilan melalui jalan tidak halal. Hal itu semua merupakan daya penarik bagi terjadinya suatu arus
perpindahan besar-besaran penduduk desa ke wilayah perkotaan yang nanti akan dibahas lebih jauh
dalam telaah terhadap urbanisasi urbanisasi ikut berperandalam menentukan corak interaksi sosial. Padamasyarakat pedesaan,
pola interaksinya horisontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi
dianggap sebagai anggota
keluarga. Sedangkan pada masyarakat
perkotaan, pola interaksinya lebih condong ke arah vertikal,
sistem feodal masih berpengaruh, karena di sini anggota-anggota masyarakat terbagi dalam beberapa kedudukan dari sekelompok orang,
misalnya saja pemegang kekuasaan pemerintahan atau pejabat, memiliki
kekuasaan yang istimewa karenadiberi kewenangan untuk menentukan kebijaksanaan sendiri mengenai suatu masalah, sebab banyak permasalahan yang ternyata peraturannya tidak begitu jelas
atau.bahkan belum ada sama sekali. Pola interaksi pada masyarakat kola jugadipengaruhi individualitas, prestasi seseorang lebih penting daripada asal-usul keturunannya. Pada masyarakat ini pola, interaksi sangat diwarnai
oleh tujuan yang akan dicapai.
Misalnya saja bila ada seseorang yang mempunyai tujuan politik, maka semua pola interaksinya diwarnai
oleh latar belakang politik.
2. HUBUNGAN DESA DAN KOTA.
Masyarakat pedesaandan perkotaan bukanlahdua komunitas
yang terpisah sama sekali
satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara
keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat
ketergantungan, Karena di antara
mereka saling membutuhkan. Kola tergantung pada desa dalam
memenuhi kebutuhan warganya
akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayurmayur,daging dan ikan.Desa
juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenisjenis pekerjaan tertentudi
kola, misalnya saja buruh bangunandalam proyekproyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak.
Mereka ini biasanya
adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka,
sibuk bekerja di sawah. Bila
pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara
menunggu masa panen mereka merantau
ke kola terdekat untuk melakukan
pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kola menghasilkan barang-barang yang jugadiperlukan oleh orangdesa seperti bahan-bahan pakaian,
alatdan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak
tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan
dan alat transportasi. Kola juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani
bidangbidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa
tetapi tidak dapatdilakukannya sendiri, misalnya
saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, montirmontir, elektronikadan alat transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya
peningkatan basil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan
darat.
Dalam kenyataannya hal ideal tersebut
kadang-kadang tidak terwujud Karena adanya beberapa pembatas.
Jumlah penduduk semakin
meningkat, tidak terkecuali di pedesaan. Padahal,
luas lahan pertanian sulit bertambah,terutama
di daerah yang sudah lama berkembang seperti
pulau Jawa. Peningkatan basil pertanian
hanyadapatdiusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini. Akan tetapi, pertambahan basil pangan yang diperoleh
melalui upaya intensifikasi ini, tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga
pada suatu saat basil pertanian suatu daerah pedesaan hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan penduduknya saja, tidak kelebihan yang dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam ini, kotaterpaksa memenuhi kebutuhan pangannya
dari daerah lain,
bahkan kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar negeri. Peningkatan jumlah penduduk tanpa diimbangi
dengan perluasan kesempatan kerja ini pada akbirnya berakibat bahwa di pedesaan terdapat
banyak orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka
ini merupakan kelompok pengangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun setengab pengangguran.
3. ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram dan nyaman pada warganya,
kola dihadapkan pada kebarusan
menyediakan berbagai fasilitas
kebidupan dan keharusan untuk mengatasi
berbagai masalah yang timbul sebagai
akibat aktivitas warganya.
Dengan kata lain kola barns
berkembang.
Perkembangan kola merupakan manifestasi dari pola kehidupan
sosial, ekonomi, kebudayaan
dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur
kola tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu
kola sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kola tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi
:
a)
Wisma : Unsur ini merupakan bagian
ruang kola yang dipergunakan
untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk
melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial
dalam keluarga. Unsur wisma
ini mengharapkan :
I) Dapat mengembangkan daerah
perumahan penduduk yang sesuai
pertambahan kebutuban
penduduk untuk masa mendatang;
2) Memperbaiki keadaan
lingkungan perumahan yang Lelah ada agar dapat mencapai
standar mutu kehidupan yang layak,dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan.
b) Karya : Unsur ini merupakan
syarat yang utama bagi eksistensi suatu kola, Karena unsur ini merupakan
jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Penyediaan lapangan
kerja bagi suatu kola dapat dilakukan dengan cara menyediakan ruang; misalnya
bagi kegiatan perindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal
serta kegiatan-kegiatan kerja lainnya.
c) Marga : Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kola (hubungan internal), serta hubungan antara kola itu
dengan kola-kola atau daerah lainnya
(hubungan eksternal). Di dalam unsur ini
termasuk :
1) Usaha pengembangan jaringan jalan dan fasilitas-fasilitasnya (terminal, parkir, dan lain-lain)
yang memungkinkan pemberian
pelayanan seefisien mungkin;
2) Pengembangan jaringan
telekomunikasi sebagai suatu
bagian dari sistem transportasi dan komunikasi kola secara keseluruhan.
d)
Suka : Unsur ini merupakan
bagian dari ruang
perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk
akan fasilitas-fasilitas hiburan,
rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
e) Penyempumaan : Unsur ini merupakan bagian
yang peuting bagi suatu kola, tetapi belum secara
tepat tercakup ke dalam ke empat unsur
di alas, termasuk fasilitas
keagamaan, pekuburan kola, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan
utilitas umum.
Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari komponen‘"komponen
perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian dirinci di dalam
perencanaan
suatu kola tertentu
sesuai dengan tuntutan
kebutuhan yang spesifik untuk kola tersebut pada saat sekarang
dan masa yang akan datang.
Pemecahan masalah-masalah tersebut atau pencapaian persyaratan di alas, hendaknya dituangkan
dalam suatu kebijaksanaan dasar yang dikaitkan dengan pengembangan wilayah
dan interaksi kola dan
sekitamya secara berimbang dan harmonis. Untuk itu semua, maka fungsi dan togas aparatur Pemerintah
Kola hams ditingkatkan :
I) Aparatur
kola hams dapat menangani masalah yang timbul
di
kola. Untuk
itu, maka pengetahuan tentang administrasi kola dan
perencanaan
kola barns dimilikinya;
2) Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kola
barns dikerjakan dengan
cepat dan tepat,
agar tidak disusul
dengan masalah lainnya.
3) Masalah keamanan
kola hams dapat
ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk
akan menimbulkan masalah
barn;
4) Dalam rangka pemekaran kola, barns ditingkatkan kerjasama yang baik
antaraparapemimpindi koladengan para pemimpindi tingkat
Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah Kabuaten
di sekitarnya.
Oleh Karena
itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kola hamsdapatdilihatdalam kerangka
pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional. Rumusan pengembangan kola seperti itu tergambardalam pendekatan penanganan
masalah kola sebagai
berikut :
I ) Menekan angka kelahiran;
2) Mengalihkan pusat
pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kola;
3) Membendung urbanisasi;
4) Mendirikan kola satelit di mana pembukaan usaha relatif rendah;
5) Meningkatkan fungsi dan peranan kola-kola
kecil atau desa-desa yang telah ada di sekitar kola besar;
6) Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai
pekerjaa
4. MASYARAKAT PEDESAAN
A. PENGERTIAN DESA/PEDESAAN
Yang dimaksud
dengan desa menurut
Sutardjo Kartohadikusuma
mengemukakan sebagai berikut
:
Desa adalah suatu kesatuan
hokumdi mana bertempat
tinggaZ suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut
Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ (suatu
daerah) dalam hubungannyadan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Sedangkan
menurut Paul H. Landis : Desa adalah
penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan
ciri-cirinya sebagai berikut
:
a) Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal
mengenal antara ribuan
jiwa.
b) Ada pertalian perasaan
yang sama tentang
kesukaan terhadap kebiasaan.
c) Cara berusaha (ekonomi)
adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam
seperti : iklim, keadaan alam,
kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan
batin yang kuat sesama wargadesa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap
waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, Karena beranggapan samasama sebagai
anggota masyarakat yang saling mencintai
saling menghormati,
mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.
Adapun
yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a) Di datum masyarakat pedesaandi antara warganya mempunyai
hubungan
yang lebih mendalam
dan erat bila dibandingkan dengan
masyarakat
159
pedesaan lainnya
di luar batas-batas wilayahnya;
b) Sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar keKeluargaan
(Gemeinschaft atau paguyuban).
c) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Pekerjaan-peKerjaan yang bukan pertanian
merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya
sebagai pengisi waktu luang.
d) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama,
adat-istiadat dan sebagainya.
Oleh Karena anggota
masyaraKat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maKa mereka selalu bekerja sama untuK mencapai kepentingankepentingan mereka.
Seperti pada waktu mendirikan rumah,
upacara pesta perkawinan, memperbaiKi jalan desa, membuat
saluran air dan sebagainya,
dalam hal-hal tersebut mereka aKan selalu bekerjasama.
Bentuk-bentuk Kerjasama dalam masyarakat sering
diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.
Pekerjaan
gotong-royong pada waktu sekarang lebih populerdengan istilah Kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan
desa (ronda malam) dan sebagainya.
Sedang mengenai macamnya
pekerjaan gotong-royong (kerja
baKti) itu ada dua macam,
yaitu :
a) Kerja bersama
untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif
warga masyaraKat itu sendiri (biasanya
diistilahkan dari bawah).
b) Kerjasama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidaK timbul dari
masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.
B. HAKIKAT DAN SIFAT MASYARAKAT
PEDESAAN
Seperti
dikemukakan oleh para ahli atau somber bahwa
masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan
mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang
antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kola sebagai
masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adorn ayem, sehingga oleh orang kola dianggap sebagai
tempat untuk melepaskan le\ah dari segala
kesibukan, keramaian dan keruwetan
atau kekusutan pikir. Maka tidak jarang orang kola melepaskan segala kelelahan dan kekusutan
pikir tersebut pergilah
mereka ke luar kola. Karena merupakan tempat
yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa
oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand
Tonics diistilahkan dengan
masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kola menilai sebagai masyarakat itu tenang
harmonis, rukun dan damai dengan
julukan masyarakat yang adem ayem. Tetapi
sebenarnya di dalam
masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala,
khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan
ketegangan-ketegangan sosial. Dalam hal ini kita jumpai
gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan :
a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kola bahwa masyarakat pedesaan
adalah masyarakat yang tenang
dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan
kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan
adalah penuh masalah dan
banyak ketegangan. Karena
setiap hari mereka
yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara
terns-menerus dan hal ini
menyebabkan kesempatan untuk
bertengkar amat banyak sehingga
kemungkinan
terjadi peristiwa-peristiwa peledakan
dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya
berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar
ke luar rumah tangga.
Sedang somber banyak
pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi
atau dalam hubungannya dengan guna" guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya
meninjau masalah kont raversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan
masyarakat.
161
c) Kompetisi (Persiapan)
Sesuai
dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusiamanusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya
yang antara lain mempunyai
saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh Karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif
dan bisa negatif.
Positif bila persaingan wujudnya
saling meningkatkan usaha
untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (basil).
Sebaliknya yang negatif
bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak
mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja
keras tanpa bantuan
orang lain. Jadi jelas
masyarakat
pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi
kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong
untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat
sambutan yang sangat dari para ahli.
Karena
pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.
Tetapi para ahli lebih untuk memberikan perangsang-perangsang yang dapat menarik aktivitas masyarakat pedesaan dan hal ini dipandang sangat perlu.
Dan dijaga agar cara dan irama bekerja
bisa efektif dan efisien
serta kontinyu (diusahakan untuk menghindari masa-masa kosong bekerja Karena berhubungan dengan keadaan musim/iklim di Indonesia).
Menurut Mubiyarto petani Indonesia mempunyai
sifat-sifat sebagai be.rikut :
a) Petani itu tidak kolot, tidak bodoh atau tidak malas. Mereka sudah bekerja
keras sebisa-bisanya agar tidak mati kelaparan.
b)
Sifat hidup penduduk
desa atau para petani kecil (petani gurem)
dengan
rats-rata luas sawah :/ 0,5 ha yang serba kekurangan adalah nrimo (menyerah kepada takdir)
Karena merasa tidak berdaya.
Melanjutkan pandangan
orang kola terhadap desa itu
bukan tempat bekerja melainkan untuk ketentraman adalah tidak tepat Karena justru bekerja keras merupakan kebiasaan petani
agar dapat hidup.
162
Menurut BF. Hosolitz bahwa untuk membangun suatu masyarakat yang ekonominya terbelakang itu harus dapat menyediakan suatu sistem perangsang yang dapat menarik suatu aktivitas warga masyarakat itu dan barns sedemikian
rupa sehingga dapat memperbesar kegiatan
orang bekerja, memperbesar keinginan orang
untuk menghemat, menabung, keberanian mengambil resiko, dalam hal mengubah secara
revolusioner Cara-Cara yang lama yang kurang
produktif.
C. SISTEM
NILAI BUDAYA PETANI
INDONESIA
Para ahli disinyalir bahwa
di kalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religio-magis.
Sistem nilai budaya
petani Indonesia antara lain sebagai
berikut :
a) Para petani di Indonesia terutama
di Jawa pada dasarnya menganggap
bahwa hidupnya
itu sebagai sesuatu
hal yang buruk,
penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi
itu tidak berarti
bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarV l[n diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa,
bahkan sebaliknya wajib menyadari
keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin
dan kemudian sebaikbaiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja
itu untuk hidup, dan kadang-
kadang
untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka
berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan
masa depan, mereka kurang
mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia
rindu masa lampau, mengenang kekayaan
masa lampau (menanti datangnya kembali
sang rain adil yang membawa
kekayaan bagi mereka).
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana
alam atau
bencana lain itu hanya
merupakan sesuatu yang barns wajib diterima
kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-
royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya
tergantung kepada sesamanya.
163
Mentalitas para petani sepertidi
alas perludikajidandiadakan penelitian dan pembahasan secara ilmiah dan mendalam agar dapat diarahkan
kepada keberhasilan pembangunan yang sekarang ini sedang giat-giatnya kita laksanakan.
Kurang lebih 81,2% dari Wilayah
Indonesia bertempat tinggal
di desa. Partisipasi masyarakat pedesaan amat diperlukan bagi hasilnya pembangunan
dan sekaligus akandapat
meningkatkan penghidupan masyarakat di pedesaan.
Setiap Program
Pembangunan desa dimaksudkan untuk membantu, dan memacu masyarakat desa membangun pelbagai
sarana dan prasarana desa yang diperlukan. Langkah ataupun kebijaksanaan yang akan diambil
oleh pemerintah, dalam melaksanakan pembangunan perlu diletakkan dalam satu
kesatuan dengan daerah
kola dalam rangka
pengembangan wilayah yang terpadu.
Kebijaksanaan tersebut akan didukung
pula dengan adanya
lembagalembaga sosial maupun ekonomi
yang sudah adadi pedesaan seperti Lembaga
Sosial Desa (LSD) yang sekarang
sudah menjadi Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD),
Koperasi Unit Desa (KUD), Badan
Unit-unit Desa (BUUD) dan Unit Daerah
Kerja Pembangunan (UDKP),
dan sebagainya. Oleh Karena itu, fungsi dan peranan desa menjadi sangat berarti bagi ketahanan negara atau ketahanan nasional
Republik Indonesia.
Sebelum
kita berbincang mengenai
fungsi dan peranan
desa, kiranya perludiketahui dahulu arti desa. terutama apabila ditinjau
dari segi geografi.
Sebenarnya desa itu adalah
suatu basil perpaduan
antara kegiatan sekelompok manusia dengan
lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsurunsur fisiografi, sosial ekonomi, politik
dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut
dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.
Mendasarkan diri pada tingkat
pendidikan dan tingkat
teknologi penduduknya masih tergolong belum berkembang maka kenampakannya
adalah sebagai wilayah yang tidak luas, dengan corak kehidupannya yang sifatnya agraris
dengan kehidupan yang sederhana. Jumlah penduduknya tidak
besar dan wilayah ini relatif
jauh dari kola. Wilayah ini pada umumnya terdiri dari pemukiman penduduk,
pekarangandan persawahan. Jaringan jalan belum begitu padat dan sarana transportasi sangat langka.
Kemajuan
negara dan kehidupan
modern telah banyak
pula menyentuh daerah atau wilayah
pedesaan, sehingga ujud desa sudah pula menunjukkan banyak perubahan.
164
" Dewasa ini terdapat paling sedikit 63.058 buah desa yang tersebar pada 3.329 kecamatan, 295 kabupaten/ kotamadya
di dalam 27 propinsi di seluruh
Nusantara
Indonesia
Tidak sajadesa-desa itu merupakan tempat tinggal dan usaha bagi bagian
terbesar rakyat Indonesia, tetapi kebhinnekaan yang menyangkut kondisi lingkungan serta Cara pencaharian nafkah memerlukan perhatian dan
pengkajian saksama"
Demikian
Kata gubernur Lembaga
Pertahanan Nasional, Sutopo
Yuwono, pada Lokakarya Pengembangan Pedesaan tahun 1982 di Universitas Brawijaya, Malang.
Menurut sutardjo
Kartohadikusumo, dinyatakan bahwa:
" Desa ialah suatu kesatuan
hukum di mana bertempat tinggal
suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri"
Dari beberapa
contoh definisi tersebut
di alas, agak sukar memberikan
definisi yang tepat, Karena materinya
sendiri tidak merupakan sesuatu yang statis dan tidak mudah diamati secara tepat.
Kurang lebih 65% penduduk
Indonesia pada umumnya
berfungsi sebagai agraris. Keadaan
ini dimungkinkan Karena kesuburan
tanah dan iklim yang
mendukung
berkembangnya tanaman pertanian.
D. UNSUR-UNSUR DESA
Daerah,
dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak,
beserta penggunaannya, termasuk
juga unsur lokasi,
luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis
setempat.
Penduduk,
adalah hal yang meliputi jumlah
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam
hal ini pola pergaulan dan ikatan-iKatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat
desa (rural society).
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya
tidak berdiri
sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan
Unsur daerah,
penduduk dan tata kehidupan merupakan
suatu kesatuan hidup atau " Living unit".
165
Daerah
menyediakan kemungkinan hidup,
penduduk menggunakan kemungkinan yang disediakan oleh daerah itu guna mempertahankan hidup. Tata kehidupan, dalam artian
yang baik memberikan jaminan akan
ketenteraman dan keserasian hidup bersama di desa. (Bintaro,
1977 : 15).
Unsur lain yang termasuk
unsur desa yaitu, unsur letak. Letak
snaf u desa pada umumnya selalu
jauh dari kota atau dari pnsat pusat keramaian.
Peninjauan kedesa-desa atau perjalanan kedesa sama artinyadengan menjahui kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang monoton dan sunyi. Desa-desa yang pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa
di pedalaman.
Unsur letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya.Desa yang terletak jauh dart batasan
kota mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas. Ini disebabkan
Karena penggunaan tanahnya lebih banyak dititik beratkan
pada tanaman pokok dan beberapa
tanaman perdagangan daripada
gedung-gedung atau perumahan.
Penduduk
merupakan unsur yang peacing bagi desa. " Potential man power" terdapat di desa yang masih terikat
hidupnya dalam bidang pertanian.
Kadang-kadang di beberapa desa terdapat tenaga-tenaga yang berlebihan di bidang
pertanian, sehingga timbul
apa yang disebut
dengan istilah pengangguran tak kentara atau "disguished unemploment" Dalam hal ini perlu diperhatikan penyaluran-penyaluran yang sebaik-baiknya, misalnya dengan lebih meningkatkan dan menyebarkan " rural industries" atau migrasi
yang efisien.
Corak kehidupan
di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarkat merupakan suatu "
gemeinshaft" yang memiliki
unsur gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti Karena penduduk
desa merupakan " face group" dimana
mereka saling mengenal
betul seolah-olah mengenal
dirinya sendiri.
Faktor lingkungan geograf is memberi
pengaruh juga terhadap
kegotongroyongan ini misalnya
saja:
a. Faktor topografi
setempat yang memberikan suatu ajang hidupdan
suatu bentuk adaptasi kepada
penduduk.
b. Faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap penduduk
terutama petani-petaninya.
c. Faktor
bencana alam seperti
letusan gunung, gempa bumi, banjir dan sebagainya yang hams dihadapi dan dialami bersama.
1"
Jadi persamaan
nasib dan pengalaman menimbulkan hubungan sosial yang akrab.
E. FUNGSI DESA
Pertama, dalam hubungannya dengan
kola, maka desa yang merupakan " hinterland' atau daerah dukung
berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti
padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti
kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan
lain yang berasal dari hewan.
Kedua,
desa ditinjau dari sudut potensi
ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang
tidak kecil artinya.
ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris. Beberapa desa di Jawa sudah dapat pula menunjukkan perkembangan-perkembangan yang barn, yaitu dengan timbulnya industri-industri kecil di daerah pedesaan dan merupakan " rural industries" .
Menurut sutopo Yuwono : " Salah satu peranan pokok desa
terletak di bidang ekonomi. Daerah
pedesaan merupakan tempat
produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat
kerawanan dalam jangka
pembinaan ketahanan nasional. Oleh Karena itu, peranan
masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembda pangan adalah pealing
sekali, bahkan bersifat vital.
Masyarakat desa perkebunan adalah produsen komoditi
untuk ekspor. Peranan mereka untuk meningkatkan volume dan kualitas komoditi seperti kelapa sawit, lada, kopi, teh, Karel, dan sebagainya tidak kalah pentingnya
dilihat dari segi usaha untuk meningkatkan ekspor dan memperoleh devisa yang diperlukan sebagai dana guna mempercepat proses pembangunan.
Peningkatan basil dari ekspor komoditi
non minyak berarti
mengurangi ketergantungan kita
dari basil ekspor minyak, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan ekonomi
dalam rangka pembinaan
ketahanan nasional.
Demikian
pula sama pentingnya peranan dari masyarakat
desa pantai sebagai produsen
bahan pangan protein
tinggi. Peranan mereka perlu
167
ditingkatkan dan dibina
sedemikian rupa, sehingga basil
usaha mereka berupa ikan dan udang tidak hanya melayani
kebutuhan konsumsi dalam negeri,
tetapi juga untuk ekspor.
Keberhasilan dalam menggali dan mengembangkan potensi
daerah pedesaan
yang bermacam-macaw itu akan memperkuat ketahanan secara nasional.
Wadah pengorganisasian itu sudah ada antara lain yang disebut
Lembaga Sosial
Desa yang kemudian fungsinya disempurnakan serta ditingkatkan sejak akhir Marci
1980, dan namanya
diganti menjadi Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa berdasarkan Keputusan Presiden No.28 Tahun 1980.
Dalam keputusan
itu antara lain dikatakan bahwadesa
secara keseluruhan
merupakan landasan ketahanan nasional dan perlu
memiliki suatu lembaga desa sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam rangka pembangunan desa yang menyeluruh dan terpadu.
Lembagademikian barns mampu
merencanakan dan melaksanakan pembangunan di desa sehingga dapat mewujudkan
ketahanan desa yang mantap.
Desa biasanya didiami
oleh beberapa ribu orang saja,
yang sebagian besar masih keluarga/kerabat. Maka sering kita jumpai bahwa satu desa tersebut merupakan satu saudara semua/kerabat. Untuk
mengatur hubungan kekeluargaan menjadi lebih dekat, maka kerabat yang strukturnya
sudah jauh dikawinkan dengan keturunannya. Hal ini disebabkan juga oleh cakrawala pandangan orang desa/hubungan orang desa yang relatif terbatas. Bagi desa yang subur, biasanya
jumlah penduduknya padat
misalnya : desa-desa
di pulau Jawa, Madura,
dan Bali. Hal ini terjadi
Karena banyaknya pendatang barn desa lain di sekelilingnya. Dengan pola perkembangan penduduk di desa seperti di alas, pada umumnya masyarakat desa merupakan masyarakat yang homogen.
Hubungan sosial
pada masyarakat desa terjadi secara
kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah"masalah pribadi. Satu dengan
yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka yang dirasakan
oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota.
Pertemuanpertemuan dan kerja sama untuk kepentingan sosial lebih
diutamakan daripada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai
dengan gotong royong. Misalnya mendirikan rumah, mengerjakan sawah,
menggali sumur, maupun melayat orang meninggal.
Tetapi
di lain pihak pengendalian sosial terasa sangat
ketat. sehingga perkembangan jiwa individu
sulit untuk dilaksanakan. Keadaan demikian
168
berjalan
terns menerus dan sulit nntuk mengadakan pernbahan. Jalan pikiran yang kolot, tidak ekonomis yang sudah menjadi tradisi juga sulit nntuk diubah,
walaupun pandangan-pandangan tersebut
sebenarnya tidak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Sehingga
bilamana seorang anggota
masyarakat desa yang bersangkntan tidak melaksanakan sesnatn
yang sudah menjadi
tradisi desa tersebut, dinyatakan salah dan dikucilkan.
Hubungan antara
penguasa dengan rakyat berlangsung secara
tidak resmi. Seorang penguasa
sekaligus mempunyai beberapa
kedndnkan serta peranan yang sulit untnk dihindarkan/dipisahkan dengan kedndukan yang sebenarnya.
Misalnya : seorang kepala desa sekaligns ia sebagai orang atau sesepuh masyarakat sekitarnya. Apa yang ia katakan dianggap
sebagai pegangan dan pandangan hidnp dari masyarakat. namun jnga terjadi
sebaliknya, bahwa hubnngan yang sebenarnya
tidak resmi diangkat
menjadi resmi. Orang-orang
tua pemuka-pemnka masyarakat (pemuka agama, kelompok tam, ketua sukn),
mereka ikuti dan menjadi pola anutan. Kelemahannya bilamana golongan
orang tua yang seharusnya menjadi pola anutan dan pola ikatan dari masyarakat
yang bersangkutan mempnnyai
pandangan-pandangan tradisional adat yang
tidak rasional. Sehingga
akan terjadi kesalahan arah dan langkah
dari masyarakat yang bersangkutan yang sulit untuk dihindarkan. Dalam hal ini para pemuda
masyarakat desa merasa tertekan dan terjepit oleh adat istiadat secara ketat. Sehingga mengakibatkan pola hidnp yang monoton, sulit untnk
tumbuh dan berkembang khususnya bagi para pemudanya.
Kehidupan
keagamaan (magis religins)
berlangsnng sangat kuat dan serius. Semua kehidupan dan tingkah
laku dijiwai oleh agama, hal ini disebabkan Cara berpikir masyarakat desa yang kurang
rasional. Misalnya : suku bangsa
Tengger, snku bangsa Jawa dan Bali. Pada masyarakat desa (Jawa), sering dilaknkan npacara-npacara keagamaan untuk minta bujan, minta rejeki, minta selamat dan sebagainya. Pada acara-acara tertentu
tidak lepas dari upacara
keagamaan pula, misalnya
: pada waktn mendirikan rumah, melahirkan anak, memetik panen, mengawinkan anaknya
dan sebagainya. Semna
dilakukan dengan mengadakan sesaji tertentn, sehingga
apa yang mereka maksud dapat tercapai. Perhatian
pada kesehatan, kebersihan lingkungan, Waupun
perhitnngan ekonomis knrang,
asalkan pandangan menurut
agama dan adat positif, Cara demikianlah yang dipilihnya.
Perkembangan teknologi pada masyarakat desa terjadi sangat
lamban, semua berjalan sangat
tradisional. Barang-barang basil produksinya adalah barang pertanian maupun barang
kerajinan, yang semuanya
tersebut dikerjakan secara tradisional. Hasil teknologi modern
yang masuk ke daerah/pedesaan
169
hanyalah
barang"barang konsumsi (TV, Radio. Tape recorder, dan lain
sebagain`ya). Sedang barang"barang modal atau barang
antara (Mesin, dan lain-lain), belum dapat dimanfaatkan dengan balk. Hal ini mengingat situasi dan kon disi-kondisi daerah pedesaan di Indonesia ini belum mengijinkan.
Dari uraian di alas, maka secara singkat ciri-ciri
masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat
disimpulkan sebagai beriktu
:
(1) Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya
terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah
laku maupun kebudayaan samalhomogen. Oleh Karena itu hidup di desa biasanya
terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap
dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalan
selalu menjiwai setiap
warga masyarakat desa tersebut.
(2) Hubungan
Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilak ukan secara musyawarah. Molal masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota
masyarakat satu dengan yang lain saling
mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah
kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun
secara materi mungkin
sangat
kurang atau tidak
mengijinkan.
(3) Kontrol
Sosial yang Ketat
Di alas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan
sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota
masyarakatnya saling
mengetahui masalah yang dihadapi anggota
yang lain. Bahkan
ikut mengurus terlalu jauh masalah
dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota
yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.
(4) Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan
tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksankaan secara gotong
royong, balk dalam arti gotong
royong murni maupun gotong royong
170
timbal
balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya
: melayat, mendirikan rumahdan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik
misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu
dan sebagainya.
(5) Ikatan
Sosial
Setiap anggota
masyarakat desa diikat
dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak
memenuhi normadan kaidah yang sudah disepakati, akandihukumdan dikeluarkandari ikatan
sosial dengan Cara mengucilkan/memencilkan. Oleh Karena itu setiap
anggota hams patuhdan taat melaksanakan aturan yangditentukan. Lebihlebih bagi anggota yang baru datang,
ia akan diakui
menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan
sosial tersebut).
(6) Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakatdesa sangat mendalam.
Bahkan setiap kegiatan kehidupan
sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering
kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta
rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.
(7) Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris,
baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya
setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang
kehidupan saja. Misalnya
para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang barns ia tekuni dengan
balk. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong,
maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kekgiatan
di bidang pertanian.
Di samping itu dalam mengolah
pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani
yang masih kurang
memadai. Olah Karena
itu masyarakat desa sering dikatakan
masyarakat yang stalls
dan monoton.
171
5. URBAN/BAS/ DAN URBANIBME
Sehubungan dengan perbedaan antara
masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, kiranya perlu
pula disinggung perihal
urbanisasi. Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kola atau dapat pula dikatakan
bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi
di seluruh Junia,
baik pada negara-negara yang sudah maju industrinya mupun yang secara relatif belum memiliki industri. Bahwa urbanisasi mempunyai akibat-akibat yang negatif terutama dirasakan oleh negara yang agraris seperti
Indonesia ini. Hal ini
terutamadisebabkan Karena pada umumnya
produksi pertanian sangat rendah
apabila dibandingkan dengan
jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut
dan boleh dikatakan
bahwa faktor kebanyakan penduduk dalam suatudaerah " over-population" merupakan
gejala yang umumdi negara
agraris yang secara ekonomis masih terbelakang.
Proses urbansiasi
dapat terjadi dengan lambat
maupun cepat, hal mana
tergantung
daripada keadaan masyarakat
yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu :
- perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat kola
- bertambahnya penduduk kola yangdisebabkan oleh mengalirnya penduduk
yang berasaldaridesa-desa
(pada umumnyadisebabkan Karena penduduk desa merasa tertarik
oleh keadaan di kota).
Sehubungan dengan proses tersebut
di alas, maka ada beberapa
sebab yang mengakibatkan suatudaerah tempat tinggal mempunyai
penduduk yang baik. Artinya adalah, sebab suatu daerah mempunyai daya tarik sedemikian rupa, sehingga orang-orang pendatang semakin banyak. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebab-sebabnya adalah sebagai berikut
:
I) Daerah yang termasuk menjadi
pusat pemerintahan atau menjadi ibukota
(seperti contohnya Jakarta).
2) Tempat tersebut letaknya
sangat strategis sekali
untuk usaha-usaha perdagangan/perniagaan. seperti misalnya
sebuah kola pelabuhan atau sebuah kola yang letaknya dekat pada sumber-sumber bahan-bahan mentah.
3) Timbulnya industri
di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.
172
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia
primitif mencari makan, yaitu dengan berburu,
sebagai migrator, nomad berjumlah 10-300 orang. Kenyataan ini disesuaikan dengan persediaan makanannya, berkembangnya Cara bertani menyebabkan lahirnya
suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat,
kampung, babakan, dengan
sifat yang khas, yaitu : (a) kekeluargaan, (b) adanya kolektivitasdalam pembagian tanahdan
pengerjaannya (c) ada kesatuan
ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri. Persekutuan hidup
ini akan berubahdengan berkembangnya sistem kapitalisme dan masyarakat industri, artinya dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi. Menurut Koentjaraningrat, suatu masyarakatdesa menjadi su tu
persekutuan hidup dan kesatuan
sosial didasarkan alas dua macam prinsip :
a. prinsip hubungan kekerabatan (geneologis),
b. prinsip hubungan tinggal
dekat/teritorial.
Prinsip ini tidak lengkap
apabila yang mengikat
adanya aktivitas tidak diikutsertakan, yaitu :
a. tujuan khusus
yang ditentukan oleh faktor ekologis,
b. prinsip yang datang dari " atas" oleh aturan
dan undang-undang.
Lingkungan hubungan yang ditentukan oleh berbagai prinsip
tersebut hubungannya saling terjaring, yang batas-batasnya berbeda-beda: mungkin dengan pola konsentris, artinya hubungan tiap individu dimulai
dengan lingkungan kecil mencakup kerabatdan
tetanggadekat, ataudengan hubungan terjaring dengan pola terkupas, di mana orang bergaul untuk suatu lapangan kehidupan dalam batas lingkungan sosial tertentu, tetapi termasuk-tidak
termasuk warga dan lingkungan tadi. Dalam pola ini mungkin
terjadi prinsip hubungan tempat tinggaldekat, kebutuhan khusus, ekologi,
atau kekerabatan.
6. PERBEDAAN MAS YARAKAT PEDESAAN
DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat pedesaan
kehidupannya berbeda dengan
masyarakat perkotaan.
Perbedaan-perbedaan ini berasal
dari adanya perbedaan
yang mendasar dari keadaan
lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak
terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan. Kesan populer masyarakat perkotaan terhadap masyarakat
pedesaan adalah bodoh, lambatdalam berpikir
173
dan bertindak, serta mudah ‘.tertipu" , dan sebagainya. Kesan ini disebabkan masyarakat perkotaan mengamatinya hanya sepintas, tidak banyak tahu, dan
kurang pengalaman dengan
keadaan lingkungan pedesaan.
Masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan memiliki ciri sendiri-sendiri. Mengenal
ciri"ciri masyarakat pedesaan
pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkannya dengan kehidupan masyarakat perkotaan.
Dalam memahami
masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, tentu tidak akan mendefinisikannya secara universal dan objektif, tetapi berpatokan
pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah
orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan alas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama,
ikatan alas dasar
unsurunsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua
ciri-ciri masyarakat ini dicoba
ditranformasikan pada ealitas desa dan kola, dengan menitik
beratkan pada kehidupannya. Ciri masyarakat desa juga mungkin
belum tentu benar, sebab
desa sedang mengalami
perkembangan struktural yang tersusun dan terarah
ke peningkatan integrasi masyarakat yang lebih luas sebagai
akibat intensifnya hubungan kola dengan desa dan derasnya program
pembangunan, sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Untuk menentukan suatu komunitas apakah termasuk masyarakat
pedesaan atau masyarakat perkotaan, dart segi kuantitatif sulit dibedakan Karena
adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala
sosial; dan perbedaannya bersifat graudal. Lebih sesuai apabila menentukan perbedaannyadengan sifat
kualitas atau kriteria kualitatif,
di mana struktur, fungsi, adat-istiadat, sorta corak kehidupannyadipengaruhi oleh proses penyesuaian ekologi masyarakat.
Masyarakat pedesaan ditentukan oleh basis fisik dan sosialnya, seperti
ada kolektivitas, petani individu, tuan tanah, buruh tani, pemaro,
dan lain-lain. Ciri lain bahwa desa terbentuk erat kaitannya dengan naluri alamiah
untuk mempertahankan kelompoknya, melalui
kekerabatan tinggal bersama
dalam memenuhi kebutuhannya. Perkembangan
lanjut suatu desa akan memunculkan
desa lainnya, sebagai
fungsi induk desa.
Masyarakat kola ditekankan dari pengertian kotanya dengan ciri dan sifat kehidupannya serta
kekhasan dalam interes hidupnya. Dalam masyarakat Kata kebutuhan primer dihubungkan dengan status sosial
dan gaya hidup
masa kini sebagai manusia modern.
Berbicara
tentang masyarakat pedesaan
dan perkotaan, sesungguhnya akan berbicara tentang
sistem hubungan antara
unsur-unsur yang membentuknya. Terkadang di dalam percakapan dan di dalam
anggapan, desa senantiasa
174
dipertentangkan dengan
kola, seakan-akan siang
dan malam. Desa pada h akikatnya bukan sebuah istilah
yang menunjukkan benda
" tunggal" , tetapi
"‘desa" mempunyai unsur-unsur yang kemudian, kalau dirakit sedemikian rupa, akan berbentuk desa. Setiap unsur dalam suatu sistem itu dapat diperlakukan sebagai satu kesatuan yang utuh.
Masyarakat pedesaan
maupun masyarakat perkotaan
masing-musing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan
yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan
masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat yang lain. Oleh Karena
itu, mempelajari suatu masyarakat berarti
dapat berbicara soal struktur
sosial. Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat
ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya
dan orientasi terhadap
alam, pekerjaan, ukuran
komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial,
pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial,
pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem
nilainya.
1. LINGKUNGAN UMUM DAN ORIENTASI
TERHADAP ALAM
Masyarakat pedesaan
berhubungan kuat dengan
alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sulit " mengontrol" kenyataan alam
yang dihadapinya, padahal
bagi petani realitas
alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya.
Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh
kepercayaankepercayaan dan hokum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Tentu akan berbeda dengan
penduduk yang tinggal
di kola, yang kehidupannya " bebas" dari realitas alam, Misalnya dalam bercocok tanah dan menuai harus pada waktunya, sehingga
ada kecenderungan nrimo. Padahal mata pencaharian juga menentukan relasi dan reaksi sosial.
2. PEKERJAAN ATAU MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencahariandaerah pedesaan
adalah bertani. Tetapi mata pencaharian berdagang
(bidang ekonomi) pekerjaan sekunder dari pekerjaan
yang nonpertanian. Sebab beberapa
daerah pertanian tidak lepasdari kegiatan
usaha (business) atau industri, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk
tujuan hidupnya lebih luas lagi. Di masyarakat kola mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri
dapat dikembangkan, mungkin
menjadi manajer suatu perusahaan, ketua atau pimpinan
dalam suatu birokrasi. Sebaliknya seorang
175
petani barns kompeten
dalam bermacam-macam keahlian
seperti keahlian memelihara tanah,
bercocok tanam, penyakit, pemasaran, dan sebagainya. Judi, petani keahliannya lebih luas bila dibandingkan dengan masyarakat
kola.
3.
UKURAN KOMUN/TAS
Komunitas
pedesaan biasanya lebih kecildart komunitas perkotaan.
Dalam mata pencahariandi bidang pertanian, imbangan
tanahdengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri; dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah
per kilometer perseginya. Tanah pertanian luasnya bervariasi. Bergantung kepada tipe usaha taninya,
tanah yang cukup luasnya sanggup menampung usaha tani dan usaha ternak
sesuai dengan kemampuannya. Oleb sebab itu komunitas pedesaan
lebib kecil daripada komunitas perkotaan.
4. KEPADATAN PENDUDUK
Penduduk
desa kepadatannya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kola. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dart kola itu sendiri.
Contohnya dalam perubahan-perubaban permukiman, dari pengbuni
satu keluarga (individual
family) menjadi pembangunan multikeluargadengan flatdan apartemen
seperti yang terjadi di kola.
5. HOMOGEN/TAS DAN HETEROGEN/TAS
Homogenitas atau persamaandalam ciri-ciri
sosialdan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat. dan perilaku sering nampak pada masyarakat
pedesaan biladibandingkandengan masyarakat perkotaan. Kampung-kampung bagian dart snaf u masyarakat
desa mengenai minat dan pekerjaannya hampir sama. sehingga
kontak tatap muka lebih sering.
Di kola sebaliknya, penduduknya heterogen, terdiri
dari orang-orang dengan
macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, mata pencaharian. Sebagai contoh, dalam perilaku, dan juga bahasa,
penduduk di kola lebih heterogen. Hal ini Karena daya tarik dari mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi, menyebabkan kola menarik orang-orangdari berbagai kelompok
etnis untuk berk umpul di kola.
176
6. DIFERENSIASI SOS/AL
Keadaan
heterogen dari penduduk
kola berindikasi pentingnya derajat yang tinggididalam diferensiasi sosial. Fasilitas kota, hat-hal yang berguna,
pendidikan,
rekreasi, agama, bisnis,dan fasilitas perumahan (tempat
tinggal), menyebabkan terorganisasi-nya berbagai keperluan, adanya pembagian
pekerjaan,dan adanya saling membutuhkan serta sating tergantung. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan.
Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi,dan relatif berdiri sendiri dengan
derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.
7. PELAP/SAN SOS/AL
Klas sosial di dalam
masyarakat sering nampak
dalam perwujudannya seperti " piramida sosial" , yaitu klas-klas yang tinggi berada pada posisi alas piramida, klas menengah ada di antara
kedua tingkat klas eksterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan
"pelapisan sosial tak resmi" ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota:
a. Pada masyarakat kola aspek kehidupan
pekerjaan, ekonomi, atau sosialpolitik lebih banyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan di
desa.
b. Pada masyarakat desa kesenjangan (gap) antara klas eksterm dalam piramida sosial tidak certain
besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak
antara klas eksterm yang kayadan miskin cukup besar. Didaerah pedesaan tingkatannya hanya kaya dan miskin
saja.
c. Pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada klas menengah menurut ukuran desa, sebab orang
kaya dan orang miskin sering bergeser ke kota. Kepindahan orang miskin
ini disebabkan tidak mempunyai tanah, mencari pekerjaan
ke kota, atau ikut transmigrasi. Apa yang dibutuhkan dan diinginkan dart golongan miskin
ini sering desa tidak mampu mengatasinya.
d. Ketentuan kastadan
contoh-contoh perilaku yangdibutuhkan sistem kasta tidak banyak terdapat, tetapidi Indonesia,
khususnyadi Bali, ada ketentuan klas ini. Dalam kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi kedalam empat lapisan, yaitu Brahmana, Satria,
Vesta, dan Sudra. Ketiga lapisan yang tersebut pertama menjadi satudengan istilah Triwangsa, berhadapan dengan yang disebut Jaba untuk lapisan
keempat, yang hanya
bagian terkecildari seluruh masyarakat Bali, baikdi kola maupundidesa. Lapisan
177
Triwangsa berhak memakai gelar-gelar di depan namanya,
seperti :
untuk Brahmana : Ida Bagus (bagi pria);
untuk Satria : Cokorda. Dewa, Ngakan,
dan Bagus;
untuk Vesia : I Gusti dan Gusti;
Sedangkan untuk Sudra : Pande, Kbon, Pasek, Pulasari,
Parteka,
Sawan, dan lain-lain.
Gelar-gelar
tersebutdiwariskan secara
partrilineal. Mereka tinggal
bersama di desa ataudi koladengan
Cara-Caradan gaya hidup yang sama, bergaul erat satudengan lainnya. Gelar tidak ada sangkut-pautnyadengan mata pencaharian
(Koencaraningrat, 1981).
Gambaran
sistem klas di alas mungkin
hanya berlaku bagi desa yang masih " ash" Dalam kenyataan,desa sekarang (terutamadi Jawa) sudah banyak mengalami perubahan. " Lapisan
sosial tak resmi" sekarang muncul dalam sebutan yang Kabul seperti
kaum atasan, kaum terpelajar (intelektual).
golongan menengah, orang bertitel, orang kaya, kaum rendahan (Wong cilik ), para pegawai tinggi (priyayi),
orang kampung,dan sebagainya,dandi f)elakang sebutan serupa itudalam alum pikiran masyarakat
terkandung asosiasi dengan kedudukan tinggi
atau rendah. Tinggi-rendah tentang pelapisan sosial
tak resmi ini, untuk setiap
warga masyarakat, lento tidak selalu
sama. Beberapa contoh di masyarakat perbedaan
pelapisan sosialnya banyak ditentukan alas dasar pemilikan tanah. Misalnya :
a. Menurut Ter Haar (1960) dibedakan
menurut :
1) golongan pribumi
pemilik tanah (sikep,
kuli, baku, atau gogol);
2) golongan yang hanya memiliki
rumahdan pekarangan saja, atau tanah pertanian saja (indung
atau lindung);
3) golongan yang hanya memiliki rumah saja di alas tanah pekarangan orang lain, dan mencari natkah
sendiri (numpang).
b. Menurut
M. Jaspan (1961), di daerah Yogyakarta dibedakan menurut : I) golongan yang memiliki tanah pekarangandan sawah (kuli kenceng);
2) golongan
yang memiliki tanah sawah saja (kuli gundul);
3) golongan
yang memiliki pekarangan saja (kuli karang kopel);
4) golongan yang memiliki
rumah sajadi alas tanah orang lain (indung telosor).
178
c. Selanjutnya Koentjaraningrat (1964) mengenal pelapisan yang sedikit menggunakan kriteria campuran
:
I ) keturunan cikal
bakal desa dan pemilik tanah (kentol);
2) pemilik tanah di luar golongan
kentol (kuli);
3) yang tak memilikl
tanah.
d. Menurut J.M. van der Kroef ( 1956)dan C.B. Tripathi (1957), dibedakan menurut .
I ) Lapisan pertama adalah golongan elitdesa,
yaitu penguasadesa yang
menguasai tanah bengkok, bersama
golongan pemilik tanah yasan.
2 ) Lapisan kedua adalah kuli kenceng, yaitu mereka yang
mempunyai
rumah sendiri,
pekarangan sendiri, dan menguasai bagian
sawah komunal.
3) Lapisan
ketiga adalah kuli kendo, yaitu mereka yang mempunyai
rumah dan pekarangan sendiri, tetapi
belum mempunyai bagian sawah.
4) Lapisan berikutnya adalah
mereka yang memiliki
tanah pertanian, tetapi tidak
memiliki rumah dan pekarangan yang dengan istilah setempat disebut gundul
(tetapi jumlah lapisan
ini sangat kecil).
5) Lapisan di baw'ahnya lagi adalah mereka yang tidak mempunyai
tanah pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri yang didirikan di alas pekarangan orang lain, disebut magersarl. Sebagian
besar bekerja sebagai
buruh Lani.
6) Lapisan
terbawah adalah mereka
yang sama sekali
tak memiliki apapun kecuali tenaganya. Mereka hidup bersama
majikannya. Golongan ini disebut
mondok-empok, bujang, tlosor,
atau dengan istilah setempat lain.
Kedua lapisan terbawah
itulah yang merupakan buruh tani dalam arti
Kata sebenarnya. Di antara
lapisan-lapisan tersebut terdapat
berbagai lapisan dengan ciri peralihan
atau ciri-ciri campuran, yang bersama-sama dengan
keragaman istilahnya membentuk
suatu pola rumit
hubungan penguasaan tanah.
Istilah dari daerah ke daerah berbeda,dan kriteria
berkisar sekitar mink tanah pertanian atau pekarangan, dan juga rumah. Studi-studi yang
179
menggambarkan pelapisan di daerah
perkotaan masih sedikit
sekali, tetapi pada umumnya
kriteria yang diterapkan adalah pendapatan dan kekayaan,
jadi dekat dengan pengertian klas menurut Weber. Ada pendekatan lain oleh orang asing yang berusaha
menerapkan kombinasi antara
kriteria, seperti kekuasaan politik
dan kekuasaan ekonomi.
Akan tetapi hal-hal
seperti ini dirasakan terlalu
peka.
8. MOBILITAS SOS/AL
Mobilitas
sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya; mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya;
mobiltias teritorial dari daerah desa ke kola, dari kola ke desa, atau di daerah desa dan kola sendiri.
Terjadinya peristiwa
mobilitas sosial demikiandisebabkan
oleh penduduk kola yang heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi, dan tingginya
diferensiasi sosial.
Demikian pula di kola. Maka mobilitas sering terjadi
di koladibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah)di kola lebih sering
ditemukan daripada
di daeraha pedesaan, dan segi-segi penting dari mobilitas tersebut adalah :
a. Banyak
penduduk yang pindah
kamar atau rumah ke kamar atau rumah lain, Karena sistem kontrak
yang terdapat di kola; dan di desa tidak
demikian.
b. Waktu yang tersedia
bagi penduduk kola untuk berpergian per satuan penduduk lebih banyak dibandingkan dengan
orang-orang desa.
c. Berpergian setiap hari di dalam atau di luar dan pusat
penduduk, di daerah kola lebih besar dibandingkan dengan penduduk di desa.
d. Waktu luang di kola lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah pedesaan, sebab mobilitas penduduk
kola lebih tinggi.
Hal lain, mobilitas
atau peripindahan penduduk
dari desa ke kola
(urbanisasi) lebih banyak ketimbang dari kola ke desa.
Tipe
desa pertanian dan kebiasaan pindah mempengaruhi mobilitas sosial, se`perti perpindahan yang berkaitandengan mencari kerja, ada yang menetap atau tinggal sementara, sesuai dengan musimdan
waktu pengolahan pertanian. Apabila dibandingkan, penduduk
kola lebih dinamis
dan mobilitasnya cukup tinggi. Kesemuanya
berbeda dalam hal waktudan arah mobilitasnya. Pergerakannya dapat terjadi
180
secara bertahap, balk arahnya secara horizontal ataupun
vertikal. Kebiasaan ini di desa kurang terlihat, dan di kola lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif
singkat.
9. INTERAKSI SOSIAL
Tipe interaksi sosial
di desa dan di kota perbedaannya sangat
kontras, baik aspek kualitasnya waupun
kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah
pedesaan dan perkotaan, di antaranya :
a, Masyarakat pedesaan
lebih sedikit jumlahnya
dan tingkat mobilitas
sosialnya rendah, maka kontak
pribadi per individu lebih sedikit.
Demikian puia kontak
melalui radio, televisi, majalah, poster, Koran,
dan media lain yang lebih sophisticated
b. Dalam kontak
sosial berbeda secara kuantitatif Waupun secara kualitatif. Penduduk kola lebih sering
kontak, tetapi cenderung
formal sepintas lain, dan tidak bersifat
pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau
kepentingan
yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah"tamah (informal), dan pribadi. Hal yang lain pada
masyarakat pedesaan, daerah jangkauan kontak sosialnya biasanya terbatas
dan sempit. Di kola kontak sosial lebih tersebar pada daerah yang luas,
melalui perdagangan, perusahaan, industri, pemerintah, pendidikan, agama, dan sebagainya. Kontak sosial di kola penyebabnya bermacammacaw dan bervariasi bila dibandingkan dengan "
dunia kecil" atau masyarakat pedesaan.
10. PENGAWASAN SOSIAL
Tekanan sosial oleh masyarakat
di pedesaan lebih kuat Karena kontaknya yang bersifat
pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan
masyarakatnya yang homogen. Penyesuaian terhadap
norma"norma sosial lebih tinggi dengan
tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti sebagai pengawasan
sosial. Di kota pengawasan sosial lebih bersifat
formal, pribadi, kurang " terkena" aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
1 1. POLA KEPEMIMPINAN
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi
dari individdu dibandingkan dengan kola.
181
Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya
kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling
mengetahui daripada di daerah kota. Misalnya Karena
kesalehan, kejujuran, jiwa pengorbanannya,dan pengalamannya. Kalau kriteria ini melekat
terns pada generasi
selanjutnya, maka kriteria
keturunan pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.
12. STANDAR
KEHIDUPAN
Berbagai
alat yang menyenangkan di rumah, keperluan
masyarakat, pendidikan, rekreasi,
fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota, dengan
konsentrasi dan jumlah
penduduk yang padat, tersediadan ada kesanggupandalam menyediakan kebutuhan tersebut,
sedangkandidesa terkadang
tidak demikian. Orientasi hidupdan pola berpikir masyarakatdesa yang sederhanadan scandal hidupdemikian kurang mendapat
perhatian.
13. KESETIAKA WANAN SOSIAL
Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan
dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Pada masyarakat
pedesaan kepanduan dan kesatuan merupakan
akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, di mana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat
kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan
ada kegiatan tolong-menolong
(gotongroyong)dan musyawarah, yang pada saat sekarang masihdirasakan meskipun banyak pengaruh dari gagasan ideologis dan ekonomis (padat
karya) ke pedesaan. Kesatuan dan kepaduan di daerah perkotaan berbeda.
Dasarnya justru ketidaksamaan dan perbendaan pembagian
tenaga kerja,
saling tergantung, spesialisasi, tidak bersifat pribadi, dan macam-macaw
perjanjian serta hubungannya lebih bersifat formal. Pada masyarakat pedesaan
ada istilah sambat. Dalam bahasa Sunda nyambet artinya minta tolong. Dalam
istilah umum.bahasa Indonesia adalah
gotong-royong. Aktivitas ini terlihat dalam menyiapkan pesta atau upacara membangun
rumah, perkawinan, khitanan, atau kematian. Sifatnya
lebih otomatis menjaga nama baik
keluarga.
kegiatan ini nampak
puladalam sistem pertanian sepertiderep, mengolah sawah bersama-sama secara bergiliran, dan sebagainya. Aktinitas kerja sama Vang disebut gotong-royong ini pengertiannya berkembang. Yang asalnya
182
aktivitas
kerja sama antara
sejumlah besar warga masyarakat desa dalam
menyelesaikan sesuatu proyek
tertentu bagi kepentingan umum, menjadi
bersifat dipaksakan seperti
padat karya. Sifat gotong-royong tidak memerlukan
keahlian khusus. Semua orang dapat mengerjakannya, dan merupakan gejala sosial yang universal. Inilah
yang dikatakan jiwa kebudayaan. Jiwa musyawarah nampak
dalam masyarakat Indonesia
Artinya, keputusan suatu rapat seolah-olah merupakan pendirian suatu badan, di mana pihak mayoritas
dan minoritas saling mengurangi pendirian
masing-masing, dekat-mendekati,
sehingga barns ada kekuatan atau tokoh yang mendorong proses pencocokkan
dengan dimensi kekuasaan mulai dari persuasi
sampai paksaan. Kenyataan
menunjukkan
bahwa jiwa musyawarah
merupakan ekpresi gotong-royong.
14. NILAI DAN SISTEM NILAI
Nilai dan sistem
nilai di desa dengan di kola berbeda,
dan dapat diamati dalam kebiasaan, Cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat
pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah
pola bergaul dan mencari jodoh kepala keluarga
masih berperan. Nilai-nilai agama masih
dipegang kuat dalam bentuk pendidikan agama (madrasah). Aktivitasnya
nampak hidup (fenomenanya). Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan
dengan kehidupan atau proses mencapai
dewasanya manusia, selalui
diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukup dengan
bisa baca-tulis dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat
subsistem tradisional, kurang
berorientasi pada ekonomi. Masih banyak nilai lainnya
yang berbeda dengan masyarakat kola. Dalam hal ini masyarakat kola bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.