Senin, 16 November 2015

Tugas Ilmu Sosial Dasar VII : Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan

BAB 8 : ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

 
   Judul ini memberi petunjuk tentang adanya sesuatu yang inheren, mungkin permasalahannya ialah adanya kontinuitas dan perubahan, harmoni atau disharmoni. Tidak mustahil ketiga masalah ini akan melihat masa lampau atau masa depan yang penuh dengan ketidakpastian dan dapat melibatkan perdebatan semantika.
Keperluan sekarang adalah pengetahuan ilmiah yang harus ditingkatkan karena pengetahuan, perbuatan, ilmu dan etika makin saling bertautan. Semuanya itu memperlihatkan suatu perpaduan dari pertimbangan moral ilmiah. Dalam hal ini dipertanyakan bagaimna mengkaji kemampuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan guna memanfaatkan sumber daya alam, dan bagaimana memanfaatkan sumber daya untuk membasmi kemiskinan.
   Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyongsong masa depan cerah, kepercayaannya sudah mendalam. Ini merupakan sikap yang wajar asalkan tetap dalam konteks penglihatan yang rasional. Sebab teknologi selain mempermudah kehidupan manusia, mempunyai dampak sosial yang sering lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu sendiri.
Menurut Schumacher, dalam Kecil itu Indah, dunia modern yang dibentuk oleh teknologi menghadapai tiga krisis sekaligus yaitu:
  1. Sifat kemanusiaan berontah terhadap pola-pola  politik, organisasi dan teknologi yang tidak berperikemanusiaan, yang terasa menyesakkan nafas dan melemahkan badan.
  2. Lingkungan hidup menderita dan menunjukkan tanda-tanda setengah binasa.
  3. Penggunaan sumber daya yang tidak dapat dipulihkan sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya alam tersebut seperti bahan bakar fosil.
   Oleh sebab itu dipertanyakan bagaimana peranan teknologi dalam usaha mengatasi kemiskinan dan membatasi alternatif pemecahan masalah serta mempengaruhi hasilnya.
Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan merupakan bagian-bagian yang tidak dapat dibebaskan dan dipisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi, interelasi, interdepedensi dan ramifikasi (percabangannya) dan membuatnya operasional dalam rangka sosial engineering-nya.

1. ILMU PENGETAHUAN
   Ada keseragaman pendapat di kalangan ilmuwan bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif.
Menurut Aristoteles: pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi; menurut Decartes: ilmu pengetahuan merupakan serba budi;Bacon dan David Home: ilmu pengetahuan merupakan pengalaman indera dan batin;Immanuel Kent: Pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan menurut teori Phyroo: mengatakan tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
   Dari berbagai macam pandangan diatas diperoleh teori-teori kebenaran pengetahuan:
  1. Teori yang bertitik tolah adanya hubungan dalil à teori ini menjelaskan dimana pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil yang terdahulu.
  2. Pengetahuan benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan.
  3. Pengetahuan benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai pengetahuan itu.
   Banyaknya teori dan pendapat tentang pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu pengetahuan mengalami kesulitan, walaupun dikalangan ilmuwan sudah ada keseragaman pendapat, namun masih terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan Pleonasme/mubazir saja. Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh. Serta objek formal, yaitu sudut pandang yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan yang dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berfikir analitis, sintesis, induktif, dan deduktif yang berujuk pada pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencarai berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
   Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah yaitu:
  1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif.
  2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
  3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
  4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
   Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya. Ilmu pengetahuan itu sendiri mencakup ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, dan sebagai apa yang disebut generic meliput segala usaha penelitian dasar dan terapan serta pengembangannya. Penelitian dasar bertujuan utama menambah pengetahuan ilmiah, sedangkan penelitian terapan adalah untuk menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah. Pengembangan diartikan sebagai penggunaan sistematis dari pengetahuan yang diperoleh penelitian untuk keperluan produksi bahan2, cipta rencana sistem metode atau proses yang berguna, tetapi yang tidak mencakup produksi atau engineeringnya (Bachtiar Rifai, 1975). Dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut, perlu diperhatikan hambatan sosialnya. Bagaimna konteksnya dengan teknologi dan kemungkinan untuk mewujudkan suatu perpaduan dan pertimbangan moral dan ilmiah. Contoh sederhana tapi mendalam terjadi pada masyarakat mitis. Dalam masyarakat tersebut ada kesatuan dari pengetahuan dan perbuatan, demikian pula hubungan sosial di dalam suku dan kewajiban setiap individu jelas. Argumen ontologis, kalau menurut teori Plato, artinya berteori tentang wujud atau hakikat yang ada. Keadaannya sekarang sudah berkembang sehingga manusia sudah mampu membedakan antara ilmu pengetahuan dengan etika dalam suatu sikap yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. TEKNOLOGI
   Dalam konsep pragmatis dengan kemungkina berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge) dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “secara konvensional  mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metodi sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani.” (Eugene Staley, 1970).
   Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengeubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudu “The Technological Society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik. Meskipun untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara  rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Batasan ini  bukan bentuk teoritis, melainkan perolehan dari aktivitas masing2 dan observasi fakta dari apa yang disebut manusia modern dengan perlengkapan tekniknya. Jadi teknik menurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang sudah distandarisasi dan diperhitungkan sebelumnya.
   Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
  1. Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
  2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
  3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
  4. Teknis berkembang pada suatu kebudayaan.
  5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
  6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebuadayaan.
  7. Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip sendiri.
   Teknologi tepat guna sering tidak berdaya menghadapi teknologi Barat, yang sering masuk dengan ditunggangi oleh segelintir orang atau kelompok yang bermodal  besar. Ciri-ciri teknologi Barat tersebut adalah:
  1. Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dll. Sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
  2. Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
  3. Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adlaah menganggap dirinya sebagai pusat yang lain feriferi, waktu berkaitan dengan kemanjuan secara linier, memahami realitas secara terpisah dan berpandangan manusia sebagai tuan atau mengambil jarak dengan alam.
3. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
   Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuwan  yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
   Istilah ilmu diatas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah (epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan meyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga) komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat kaitannya dengan nilai moral yaitu:
  1. Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
    Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya
  2. Epistemologis
    Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
  3. Aksiologis
    Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
   Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan:
  1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
  2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
   Nampaknya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan “pelacuran” dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

4. KEMISKINAN
   Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh (Emil Salim, 1982).
Menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan 480 kg/orang/tahun). Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.  Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dsb;
b.  Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usah;
c.  Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai  tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
d.  Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja;
e.   Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
Menurut teori Fungsionalis dari Statifikasi (tokohnya Davis), kemiskinan memiliki sejumlah fungsi yaitu:
  1. Fungsi Ekonomi
    Penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas (masyarakat pemulung).
  2. Fungsi Sosial
    Menimbulkan altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.
  3. Fungsi Kultural
    Sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia.
  4. Fungsi Politik
    Berfungsi sebagai kelompok gelisan atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.
   Walaupun kemiskinan mempunyai fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi karena kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.

Sumber : 
https://pandanwulan.wordpress.com/2012/01/09/tugas-ilmu-sosial-dasar-ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-kemiskinan/
http://furikurniati.webs.com/tugasisd8.htm

Senin, 09 November 2015

Tugas Ilmu Sosial Dasar VI : Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

BAB 6 : MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
1. MASYARAKAT PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

A. PENGERTIAN MASYARAKAT
Sebelum kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat, baiklah kita tinjau dulu definisi tentang masyarakat.
Definisi adalah uraian ringkas untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisis. Analisis Inilah yang memberikan arti yang jemih dan kokoh dart sesuatu pengertian.
Mengenai arti masyarakat, baiklah di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
1) R. Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telaha cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2) M.J. Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu Cara hidup tertentu.
3) J.L. Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.
Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
4) S.R. Steinmetz: Seorang sosiolog bangsa Belanda mengatakan, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yanag meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
5) Hasan Shadily : mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satusama lain.
Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama. Kelompok manusia yang dimaksud di alas yang belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu :
a) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota.
b) Timbul perasaan berkelompok secara lambat laun atau I esprit de cerpa.
Proses ini biasanya tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok dalam suasana trial and error. Dari uraian tersebut di alas dapat kita lihat bahwa masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan arti yang sempit. Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan Kata lain : kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaKsud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Umpama : ada masyarakat Jawa. ada masyarakat Sunda, masyarakat Minang, masyarakat mahasiswa, masyarakat petani, dan sebagainya, dipakailah Kata masyarakat itu dalam arti sempit.
Mengingat definisi-definisi masyarakat atersebut di alas maka dapat diambil Kesimpulan, bahwa masyarakat barns mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a) Harus ada pengumpulan manusia, dan barns banyak, bukan pengumpulan
binatang;
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu;
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuK
menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Dipandang dart Cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam :
1) Masyarakat paksaan. misalnya : negara, masyarakat tawanan dan lain­lain.
2) Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam :
(a) Masyarakat natuur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan (horde), suku (scam), yang bertalian Karena hubungan darah atau Keturunan.
Dan biasanya masih sederhana sekali kebudayaannya.
(b) Masyarakac kultur, yaitu masyarakat yang terjadi Karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya : koperasi, kongsi
perekonomian, gereja dan sebagainya.


B. MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kola tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan oleh Karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang diutamakan adalah bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam kaleng. Pada orang-orang desa ada kesan, bahwa mereka masak makanan itu sendiri tanpa memperdulikan apakah tamu-tamunya suka atau tidak. Pada orang kola, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat penghidangannya juga barns mewah dan terhormat. Di sini terlihat pe,rbedaan penilaian. Orang desa memandang makanan sebagai suatu alat memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kola, makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial. Demikian pula masalah pakaian, orang kola memandang pakaian pun sebagai alat kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kola, yaitu :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan, seperti : di masjid, gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan. cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, biladibandingkan dengan kehidupan warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2) Orang kola pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa barns bergantung pada orang-orang lain. Yang terpentingdi sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kola-kola kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3) Pembagian kerja di antara warga-warga kola juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Misalnya seorang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan rekan-rekannya daripada tukang-tukang becak, tukang kelontong atau pedagang kaki lima lainnya. Seorang sarjana ekonomi akan lebih banyak bergaul dengan rekannya dengan latar belakang pendidikandalam ilmu ekonomidaripadadengan sarjana-sarjana ilmu politik, sejarah, atau yang lainnya. Begitu pula dalam lingkungan mahasiswa mereka lebih senang bergaul dengan sesamanya daripada
dengan mahasiswa yang tingkatannya lebih tinggi atau rendah.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga koladaripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh Karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Lain halnyadi kola, pembagian kerja sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri, sehingga tidak hanya terbatas pada satu sektor pekerjaan. Singkatnya, di kola banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat diker,iakan oeh warga-warga kola, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.
5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebihdidasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6) Jalan kehidupan yang cepatdi kola-kola, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kola, sehingga pembagian waktu yang tyeliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7) Perubahan"perubahan sosial tampak dengan nyata di kola-kola, sebab kola-kola biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tuadengan golongan muda. Oleh Karena itu golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.


C. PERBEDAAN DESA DAN KOTA
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petun,ink untuk membedakan antaradesadan kola. Dengan melihat pcrbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri-ciri tersebut antara lain :
I ) jumlah dan kepadatan penduduk;
2) lingkungan hidup;
3) mata pencaharian;
4) corak kehidupan sosial;
5) stratifikasi sosial;
6) mobilitas `sosial;
7) pola interaksi sosial;
8) solidaritas sosial; dan
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.



       Meskipun tidak ada ukuran pasti, kola memiliki penduduk yanag jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM " (kilometer persegi) atau jumlah per hektar. Kepadatan penduduk ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di desa jumlah penduduk sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horisontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Jadi Karena pelebaran samping tidak memungkinkan maka untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan perumahan, pengembangannya mengarah ke alas.
Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan pedesaan terasa lebih dekatdengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh­tumbuhan dan berbagai satwa yang terdapat di Sela-Sela pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun berterbangan di udara bebas. Air yang menetes, merembes atau memancar dart sumber­sumbernyadan kemudian mengalir melalui anak-anak sungai mengairi petak­petak persawahan. Semua ini sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan kadang'-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.
Udara yang seringkali terasa pengap, Karena tercemar asap buangan cerobong pabrik dan kendaraan bermotor. Hiruk"'pikuk, lalu lalang kendaraan ataupun manusia di Sela-Sela kebisingan yang berasal dariberbagai sumber bunyi yang seolah-olah saling berebut keras satu sama lain. Rota sudah terlalu banyak mengalami sentuhan teknologi, sehingga penduduk kola yang merindukan alam kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam rumahnya, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.
Perbedaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakandan termasuk juga perikanandarat. Sedangkan kola merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, di samping sektor ekonomi terrier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolahalam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, balk bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kola mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan asetengah jadi atau mengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan. Dalam haldistribusi basil produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah ataupun jenis barang yang tersedia di pasaran sangat terbatas. Di kola tersedia berbagai macaw barang yang jumlahnya pun melimpah. Bahkan tempat penjualannya pun beraneka ragam. Ada barang-barang yang dijajakan di kaki-lima, dijual di pasar biasa di mana pembelidapat tawar-menawardengan penjual ataudijual di supermarketdalam suasana yang nyaman dan harga yang pasti. Bidang produksi dan jalur distribusidi perkotaan lebih kompleks biladibandingkandengan yang terdapat
di pedesaan, hal ini memerlukan tingkat teknologi yang lebih canggih. Dengan demikian memerlukan tenaga-tenaga yang memilki keahlian khusus untuk melayani kegiatana produksi ataupun memperlancar arus distribusinya.
Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kola sangat heterogen. karenadi Sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok dan masing-musing memiliki kepentingan yang berlainan.
Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kola jauh lebih kompleks daripada di desa. Misalnya saja mereka yang memiliki keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih tinggi dan upah lebih besardaripada mereka yang dalam sistem kerja hanyamampu menggunakan tenaga kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin semakin menyolok.
Mobilitas sosial di kola jauh lebih besar daripada di desa. Di kola, seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horisontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.
Pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakatditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur sosialdan lembaga-lembaga sosial yang ada di pedesaan sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial.
Jumlah angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan tetapdi pedesaan jauh lebih besar daripada di perkotaan. Sedangkan di perkotaan terdapat kesempatan kerja yang lebih luas baik di sektor formal maupun sektor infor­mal, misalnya saja kesepatan untuk menjadi penjual berbagai barang dagangan di kaki lima, pengumpul berbagai macaw barang-barang bekas yang masih dapat divan faatkan atau diproses kembali (barang-barang plastik, besi tua, pecahan kaca), penjual keliling tradisional atau bahkan berbagai kesempatan untuk mendapatkan penghasilan melalui jalan tidak halal. Hal itu semua merupakan daya penarik bagi terjadinya suatu arus perpindahan besar-besaran penduduk desa ke wilayah perkotaan yang nanti akan dibahas lebih jauh dalam telaah terhadap urbanisasi urbanisasi ikut berperandalam menentukan corak interaksi sosial. Padamasyarakat pedesaan, pola interaksinya horisontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga. Sedangkan pada masyarakat perkotaan, pola interaksinya lebih condong ke arah vertikal, sistem feodal masih berpengaruh, karena di sini anggota-anggota masyarakat terbagi dalam beberapa kedudukan dari sekelompok orang, misalnya saja pemegang kekuasaan pemerintahan atau pejabat, memiliki kekuasaan yang istimewa karenadiberi kewenangan untuk menentukan kebijaksanaan sendiri mengenai suatu masalah, sebab banyak permasalahan yang ternyata peraturannya tidak begitu jelas atau.bahkan belum ada sama sekali. Pola interaksi pada masyarakat kola jugadipengaruhi individualitas, prestasi seseorang lebih penting daripada asal-usul keturunannya. Pada masyarakat ini pola, interaksi sangat diwarnai oleh tujuan yang akan dicapai. Misalnya saja bila ada seseorang yang mempunyai tujuan politik, maka semua pola interaksinya diwarnai oleh latar belakang politik.

2. HUBUNGAN DESA DAN KOTA.

Masyarakat pedesaandan perkotaan bukanlahdua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, Karena di antara mereka saling membutuhkan. Kola tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur­mayur,daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis­jenis pekerjaan tertentudi kola, misalnya saja buruh bangunandalam proyek­proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kola terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kola menghasilkan barang-barang yang jugadiperlukan oleh orangdesa seperti bahan-bahan pakaian, alatdan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kola juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang­bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapatdilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga di bidang medis atau kesehatan, montir­montir, elektronikadan alat transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan basil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.
Dalam kenyataannya hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud Karena adanya beberapa pembatas. Jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di pedesaan. Padahal, luas lahan pertanian sulit bertambah,terutama di daerah yang sudah lama berkembang seperti pulau Jawa. Peningkatan basil pertanian hanyadapatdiusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini. Akan tetapi, pertambahan basil pangan yang diperoleh melalui upaya intensifikasi ini, tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga pada suatu saat basil pertanian suatu daerah pedesaan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saja, tidak kelebihan yang dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam ini, kotaterpaksa memenuhi kebutuhan pangannya dari daerah lain, bahkan kadang-kadang terpaksa mengimpor dari luar negeri. Peningkatan jumlah penduduk tanpa diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja ini pada akbirnya berakibat bahwa di pedesaan terdapat banyak orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka ini merupakan kelompok pengangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun setengab pengangguran.

3. ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram dan nyaman pada warganya, kola dihadapkan pada kebarusan menyediakan berbagai fasilitas kebidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas warganya. Dengan kata lain kola barns berkembang.
Perkembangan kola merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kola tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kola sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kola tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
a) Wisma : Unsur ini merupakan bagian ruang kola yang dipergunakan
untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga. Unsur wisma
ini mengharapkan :
I) Dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai
pertambahan kebutuban penduduk untuk masa mendatang;
2) Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang Lelah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidupan yang layak,dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan.
b) Karya : Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kola, Karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Penyediaan lapangan kerja bagi suatu kola dapat dilakukan dengan cara menyediakan ruang; misalnya bagi kegiatan perindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal serta kegiatan-kegiatan kerja lainnya.
c) Marga : Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kola (hubungan internal), serta hubungan antara kola itu dengan kola-kola atau daerah lainnya (hubungan eksternal). Di dalam unsur ini termasuk :
1) Usaha pengembangan jaringan jalan dan fasilitas-fasilitasnya (termi­nal, parkir, dan lain-lain) yang memungkinkan pemberian pelayanan seefisien mungkin;
2) Pengembangan jaringan telekomunikasi sebagai suatu bagian dari sistem transportasi dan komunikasi kola secara keseluruhan.
d) Suka : Unsur ini merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian.
e) Penyempumaan : Unsur ini merupakan bagian yang peuting bagi suatu kola, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat unsur di alas, termasuk fasilitas keagamaan, pekuburan kola, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.

Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari komponen‘"komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian dirinci di dalam perencanaan suatu kola tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kola tersebut pada saat sekarang dan masa yang akan datang.
Pemecahan masalah-masalah tersebut atau pencapaian persyaratan di alas, hendaknya dituangkan dalam suatu kebijaksanaan dasar yang dikaitkan dengan pengembangan wilayah dan interaksi kola dan sekitamya secara berimbang dan harmonis. Untuk itu semua, maka fungsi dan togas aparatur Pemerintah Kola hams ditingkatkan :
I) Aparatur kola hams dapat menangani masalah yang timbul di
kola. Untuk itu, maka pengetahuan tentang administrasi kola dan perencanaan kola barns dimilikinya;
2) Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kola barns dikerjakan dengan cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
3) Masalah keamanan kola hams dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah barn;
4) Dalam rangka pemekaran kola, barns ditingkatkan kerjasama yang baik antaraparapemimpindi koladengan para pemimpindi tingkat Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah Kabuaten di sekitarnya.
Oleh Karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kola hamsdapatdilihatdalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional. Rumusan pengembangan kola seperti itu tergambardalam pendekatan penanganan masalah kola sebagai berikut :
I ) Menekan angka kelahiran;
2) Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kola;
3) Membendung urbanisasi;
4) Mendirikan kola satelit di mana pembukaan usaha relatif rendah;
5) Meningkatkan fungsi dan peranan kola-kola kecil atau desa-desa yang telah ada di sekitar kola besar;
6) Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaa


4. MASYARAKAT PEDESAAN

A. PENGERTIAN DESA/PEDESAAN
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan sebagai berikut :
Desa adalah suatu kesatuan hokumdi mana bertempat tinggaZ suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannyadan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Sedangkan menurut Paul H. Landis : Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.

Dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan
jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama wargadesa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, Karena beranggapan sama­sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a) Di datum masyarakat pedesaandi antara warganya mempunyai hubungan
yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat
159




pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya;
b) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar keKeluargaan
(Gemeinschaft atau paguyuban).

c) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Pekerjaan-peKerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
d) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama,
adat-istiadat dan sebagainya.
Oleh Karena anggota masyaraKat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maKa mereka selalu bekerja sama untuK mencapai kepentingan­kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiKi jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya, dalam hal-hal tersebut mereka aKan selalu bekerjasama.
Bentuk-bentuk Kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.
Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang lebih populerdengan istilah Kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam) dan sebagainya.
Sedang mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja baKti) itu ada dua macam, yaitu :
a) Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif
warga masyaraKat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
b) Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidaK timbul dari
masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.

B. HAKIKAT DAN SIFAT MASYARAKAT PEDESAAN
Seperti dikemukakan oleh para ahli atau somber bahwa masyarakat In­donesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kola sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat yang adorn ayem, sehingga oleh orang kola dianggap sebagai tempat untuk melepaskan le\ah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir. Maka tidak jarang orang kola melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kola. Karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonics diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kola menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem. Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial. Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan :

a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kola bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terns-menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang somber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.

b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna" guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kont raversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.

161




c) Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia­manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh Karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (basil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.
Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.
Tetapi para ahli lebih untuk memberikan perangsang-perangsang yang dapat menarik aktivitas masyarakat pedesaan dan hal ini dipandang sangat perlu. Dan dijaga agar cara dan irama bekerja bisa efektif dan efisien serta kontinyu (diusahakan untuk menghindari masa-masa kosong bekerja Karena berhubungan dengan keadaan musim/iklim di Indonesia).

Menurut Mubiyarto petani Indonesia mempunyai sifat-sifat sebagai be.rikut :
a) Petani itu tidak kolot, tidak bodoh atau tidak malas. Mereka sudah bekerja
keras sebisa-bisanya agar tidak mati kelaparan.
b) Sifat hidup penduduk desa atau para petani kecil (petani gurem) dengan
rats-rata luas sawah :/ 0,5 ha yang serba kekurangan adalah nrimo (menyerah kepada takdir) Karena merasa tidak berdaya.
:::
 
Melanjutkan pandangan orang kola terhadap desa itu bukan tempat bekerja melainkan untuk ketentraman adalah tidak tepat Karena justru bekerja keras merupakan kebiasaan petani agar dapat hidup.
162



Menurut BF. Hosolitz bahwa untuk membangun suatu masyarakat yang ekonominya terbelakang itu harus dapat menyediakan suatu sistem perangsang yang dapat menarik suatu aktivitas warga masyarakat itu dan barns sedemikian rupa sehingga dapat memperbesar kegiatan orang bekerja, memperbesar keinginan orang untuk menghemat, menabung, keberanian mengambil resiko, dalam hal mengubah secara revolusioner Cara-Cara yang lama yang kurang produktif.


C. SISTEM NILAI BUDAYA PETANI INDONESIA
Para ahli disinyalir bahwa di kalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religio-magis.
Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :
a) Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap
bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarV l[n diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik­baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-
kadang untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan
masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang rain adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau
bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang barns wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-
royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.


163




Mentalitas para petani sepertidi alas perludikajidandiadakan penelitian dan pembahasan secara ilmiah dan mendalam agar dapat diarahkan kepada keberhasilan pembangunan yang sekarang ini sedang giat-giatnya kita laksanakan.
Kurang lebih 81,2% dari Wilayah Indonesia bertempat tinggal di desa. Partisipasi masyarakat pedesaan amat diperlukan bagi hasilnya pembangunan dan sekaligus akandapat meningkatkan penghidupan masyarakat di pedesaan.
Setiap Program Pembangunan desa dimaksudkan untuk membantu, dan memacu masyarakat desa membangun pelbagai sarana dan prasarana desa yang diperlukan. Langkah ataupun kebijaksanaan yang akan diambil oleh pemerintah, dalam melaksanakan pembangunan perlu diletakkan dalam satu kesatuan dengan daerah kola dalam rangka pengembangan wilayah yang terpadu.
Kebijaksanaan tersebut akan didukung pula dengan adanya lembaga­lembaga sosial maupun ekonomi yang sudah adadi pedesaan seperti Lembaga Sosial Desa (LSD) yang sekarang sudah menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Koperasi Unit Desa (KUD), Badan Unit-unit Desa (BUUD) dan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), dan sebagainya. Oleh Karena itu, fungsi dan peranan desa menjadi sangat berarti bagi ketahanan negara atau ketahanan nasional Republik Indonesia.
Sebelum kita berbincang mengenai fungsi dan peranan desa, kiranya perludiketahui dahulu arti desa. terutama apabila ditinjau dari segi geografi.
Sebenarnya desa itu adalah suatu basil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur­unsur fisiografi, sosial ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.
Mendasarkan diri pada tingkat pendidikan dan tingkat teknologi penduduknya masih tergolong belum berkembang maka kenampakannya adalah sebagai wilayah yang tidak luas, dengan corak kehidupannya yang sifatnya agraris dengan kehidupan yang sederhana. Jumlah penduduknya tidak besar dan wilayah ini relatif jauh dari kola. Wilayah ini pada umumnya terdiri dari pemukiman penduduk, pekarangandan persawahan. Jaringan jalan belum begitu padat dan sarana transportasi sangat langka.
Kemajuan negara dan kehidupan modern telah banyak pula menyentuh daerah atau wilayah pedesaan, sehingga ujud desa sudah pula menunjukkan banyak perubahan.
164




" Dewasa ini terdapat paling sedikit 63.058 buah desa yang tersebar pada 3.329 kecamatan, 295 kabupaten/ kotamadya di dalam 27 propinsi di seluruh Nusantara Indonesia
Tidak sajadesa-desa itu merupakan tempat tinggal dan usaha bagi bagian terbesar rakyat Indonesia, tetapi kebhinnekaan yang menyangkut kondisi lingkungan serta Cara pencaharian nafkah memerlukan perhatian dan pengkajian saksama"
Demikian Kata gubernur Lembaga Pertahanan Nasional, Sutopo Yuwono, pada Lokakarya Pengembangan Pedesaan tahun 1982 di Universitas Brawijaya, Malang.

Menurut sutardjo Kartohadikusumo, dinyatakan bahwa:
" Desa ialah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri"
Dari beberapa contoh definisi tersebut di alas, agak sukar memberikan definisi yang tepat, Karena materinya sendiri tidak merupakan sesuatu yang statis dan tidak mudah diamati secara tepat.
Kurang lebih 65% penduduk Indonesia pada umumnya berfungsi sebagai agraris. Keadaan ini dimungkinkan Karena kesuburan tanah dan iklim yang mendukung berkembangnya tanaman pertanian.


D. UNSUR-UNSUR DESA
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-iKatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan
Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau " Living unit".
165



Daerah menyediakan kemungkinan hidup, penduduk menggunakan kemungkinan yang disediakan oleh daerah itu guna mempertahankan hidup. Tata kehidupan, dalam artian yang baik memberikan jaminan akan
ketenteraman dan keserasian hidup bersama di desa. (Bintaro, 1977 : 15).
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak snaf u desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pnsat pusat keramaian. Peninjauan kedesa-desa atau perjalanan kedesa sama artinyadengan menjahui kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang monoton dan sunyi. Desa-desa yang pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa di pedalaman.
Unsur letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya.Desa yang terletak jauh dart batasan kota mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas. Ini disebabkan Karena penggunaan tanahnya lebih banyak dititik beratkan pada tanaman pokok dan beberapa tanaman perdagangan daripada gedung-gedung atau perumahan.
Penduduk merupakan unsur yang peacing bagi desa. " Potential man power" terdapat di desa yang masih terikat hidupnya dalam bidang pertanian.
Kadang-kadang di beberapa desa terdapat tenaga-tenaga yang berlebihan di bidang pertanian, sehingga timbul apa yang disebut dengan istilah pengangguran tak kentara atau "disguished unemploment" Dalam hal ini perlu diperhatikan penyaluran-penyaluran yang sebaik-baiknya, misalnya dengan lebih meningkatkan dan menyebarkan " rural industries" atau migrasi yang efisien.
Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarkat merupakan suatu " gemeinshaft" yang memiliki unsur gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti Karena penduduk desa merupakan " face group" dimana mereka saling mengenal betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri.
Faktor lingkungan geograf is memberi pengaruh juga terhadap kegotongroyongan ini misalnya saja:
a. Faktor topografi setempat yang memberikan suatu ajang hidupdan suatu bentuk adaptasi kepada penduduk.
b. Faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap penduduk terutama petani-petaninya.
c. Faktor bencana alam seperti letusan gunung, gempa bumi, banjir dan sebagainya yang hams dihadapi dan dialami bersama.
1"



Jadi persamaan nasib dan pengalaman menimbulkan hubungan sosial yang akrab.

E. FUNGSI DESA
Pertama, dalam hubungannya dengan kola, maka desa yang merupakan " hinterland' atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris. Beberapa desa di Jawa sudah dapat pula menunjukkan perkembangan-perkembangan yang barn, yaitu dengan timbulnya industri-industri kecil di daerah pedesaan dan merupakan " rural industries" .
Menurut sutopo Yuwono : " Salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh Karena itu, peranan masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembda pangan adalah pealing sekali, bahkan bersifat vital.
Masyarakat desa perkebunan adalah produsen komoditi untuk ekspor. Peranan mereka untuk meningkatkan volume dan kualitas komoditi seperti kelapa sawit, lada, kopi, teh, Karel, dan sebagainya tidak kalah pentingnya dilihat dari segi usaha untuk meningkatkan ekspor dan memperoleh devisa yang diperlukan sebagai dana guna mempercepat proses pembangunan. Peningkatan basil dari ekspor komoditi non minyak berarti mengurangi ketergantungan kita dari basil ekspor minyak, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan ekonomi dalam rangka pembinaan ketahanan nasional.
Demikian pula sama pentingnya peranan dari masyarakat desa pantai sebagai produsen bahan pangan protein tinggi. Peranan mereka perlu
167



ditingkatkan dan dibina sedemikian rupa, sehingga basil usaha mereka berupa ikan dan udang tidak hanya melayani kebutuhan konsumsi dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor.
Keberhasilan dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah pedesaan yang bermacam-macaw itu akan memperkuat ketahanan secara nasional.
Wadah pengorganisasian itu sudah ada antara lain yang disebut Lembaga Sosial Desa yang kemudian fungsinya disempurnakan serta ditingkatkan sejak akhir Marci 1980, dan namanya diganti menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa berdasarkan Keputusan Presiden No.28 Tahun 1980.
Dalam keputusan itu antara lain dikatakan bahwadesa secara keseluruhan merupakan landasan ketahanan nasional dan perlu memiliki suatu lembaga desa sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam rangka pembangunan desa yang menyeluruh dan terpadu. Lembagademikian barns mampu merencanakan dan melaksanakan pembangunan di desa sehingga dapat mewujudkan ketahanan desa yang mantap.
Desa biasanya didiami oleh beberapa ribu orang saja, yang sebagian besar masih keluarga/kerabat. Maka sering kita jumpai bahwa satu desa tersebut merupakan satu saudara semua/kerabat. Untuk mengatur hubungan kekeluargaan menjadi lebih dekat, maka kerabat yang strukturnya sudah jauh dikawinkan dengan keturunannya. Hal ini disebabkan juga oleh cakrawala pandangan orang desa/hubungan orang desa yang relatif terbatas. Bagi desa yang subur, biasanya jumlah penduduknya padat misalnya : desa-desa di pulau Jawa, Madura, dan Bali. Hal ini terjadi Karena banyaknya pendatang barn desa lain di sekelilingnya. Dengan pola perkembangan penduduk di desa seperti di alas, pada umumnya masyarakat desa merupakan masyarakat yang homogen.
Hubungan sosial pada masyarakat desa terjadi secara kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah"masalah pribadi. Satu dengan yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka yang dirasakan oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota. Pertemuan­pertemuan dan kerja sama untuk kepentingan sosial lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai dengan gotong royong. Misalnya mendirikan rumah, mengerjakan sawah, menggali sumur, maupun melayat orang meninggal.
Tetapi di lain pihak pengendalian sosial terasa sangat ketat. sehingga perkembangan jiwa individu sulit untuk dilaksanakan. Keadaan demikian
168



berjalan terns menerus dan sulit nntuk mengadakan pernbahan. Jalan pikiran yang kolot, tidak ekonomis yang sudah menjadi tradisi juga sulit nntuk diubah, walaupun pandangan-pandangan tersebut sebenarnya tidak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Sehingga bilamana seorang anggota masyarakat desa yang bersangkntan tidak melaksanakan sesnatn yang sudah menjadi tradisi desa tersebut, dinyatakan salah dan dikucilkan.
Hubungan antara penguasa dengan rakyat berlangsung secara tidak resmi. Seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedndnkan serta peranan yang sulit untnk dihindarkan/dipisahkan dengan kedndukan yang sebenarnya. Misalnya : seorang kepala desa sekaligns ia sebagai orang atau sesepuh masyarakat sekitarnya. Apa yang ia katakan dianggap sebagai pegangan dan pandangan hidnp dari masyarakat. namun jnga terjadi sebaliknya, bahwa hubnngan yang sebenarnya tidak resmi diangkat menjadi resmi. Orang-orang tua pemuka-pemnka masyarakat (pemuka agama, kelompok tam, ketua sukn), mereka ikuti dan menjadi pola anutan. Kelemahannya bilamana golongan orang tua yang seharusnya menjadi pola anutan dan pola ikatan dari masyarakat yang bersangkutan mempnnyai pandangan-pandangan tradisional adat yang tidak rasional. Sehingga akan terjadi kesalahan arah dan langkah dari masyarakat yang bersangkutan yang sulit untuk dihindarkan. Dalam hal ini para pemuda masyarakat desa merasa tertekan dan terjepit oleh adat istiadat secara ketat. Sehingga mengakibatkan pola hidnp yang monoton, sulit untnk tumbuh dan berkembang khususnya bagi para pemudanya.
Kehidupan keagamaan (magis religins) berlangsnng sangat kuat dan serius. Semua kehidupan dan tingkah laku dijiwai oleh agama, hal ini disebabkan Cara berpikir masyarakat desa yang kurang rasional. Misalnya : suku bangsa Tengger, snku bangsa Jawa dan Bali. Pada masyarakat desa (Jawa), sering dilaknkan npacara-npacara keagamaan untuk minta bujan, minta rejeki, minta selamat dan sebagainya. Pada acara-acara tertentu tidak lepas dari upacara keagamaan pula, misalnya : pada waktn mendirikan rumah, melahirkan anak, memetik panen, mengawinkan anaknya dan sebagainya. Semna dilakukan dengan mengadakan sesaji tertentn, sehingga apa yang mereka maksud dapat tercapai. Perhatian pada kesehatan, kebersihan lingkungan, Waupun perhitnngan ekonomis knrang, asalkan pandangan menurut agama dan adat positif, Cara demikianlah yang dipilihnya.
Perkembangan teknologi pada masyarakat desa terjadi sangat lamban, semua berjalan sangat tradisional. Barang-barang basil produksinya adalah barang pertanian maupun barang kerajinan, yang semuanya tersebut dikerjakan secara tradisional. Hasil teknologi modern yang masuk ke daerah/pedesaan

169




hanyalah barang"barang konsumsi (TV, Radio. Tape recorder, dan lain sebagain`ya). Sedang barang"barang modal atau barang antara (Mesin, dan lain-lain), belum dapat dimanfaatkan dengan balk. Hal ini mengingat situasi dan kon disi-kondisi daerah pedesaan di Indonesia ini belum mengijinkan.
Dari uraian di alas, maka secara singkat ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai beriktu :

(1) Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan samalhomogen. Oleh Karena itu hidup di desa biasanya terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalan selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.
I
|
 

(2) Hubungan Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilak ukan secara musyawarah. Molal masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota masyarakat satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun secara materi mungkin sangat
kurang atau tidak mengijinkan.

(3) Kontrol Sosial yang Ketat
Di alas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.

(4) Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksankaan secara gotong royong, balk dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong
170



timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumahdan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.

(5) Ikatan Sosial
Setiap anggota masyarakat desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi normadan kaidah yang sudah disepakati, akandihukumdan dikeluarkandari ikatan sosial dengan Cara mengucilkan/memencilkan. Oleh Karena itu setiap anggota hams patuhdan taat melaksanakan aturan yangditentukan. Lebih­lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial tersebut).

(6) Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakatdesa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.

(7) Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja. Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang barns ia tekuni dengan balk. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kekgiatan di bidang pertanian.
Di samping itu dalam mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang memadai. Olah Karena itu masyarakat desa sering dikatakan masyarakat yang stalls dan monoton.




171



5. URBAN/BAS/ DAN URBANIBME

Sehubungan dengan perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, kiranya perlu pula disinggung perihal urbanisasi. Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kola atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi di seluruh Junia, baik pada negara-negara yang sudah maju industrinya mupun yang secara relatif belum memiliki industri. Bahwa urbanisasi mempunyai akibat-akibat yang negatif terutama dirasakan oleh negara yang agraris seperti Indonesia ini. Hal ini terutamadisebabkan Karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut dan boleh dikatakan bahwa faktor kebanyakan penduduk dalam suatudaerah " over-population" merupakan gejala yang umumdi negara agraris yang secara ekonomis masih terbelakang.
Proses urbansiasi dapat terjadi dengan lambat maupun cepat, hal mana tergantung daripada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu :
- perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat kola
- bertambahnya penduduk kola yangdisebabkan oleh mengalirnya penduduk
yang berasaldaridesa-desa (pada umumnyadisebabkan Karena penduduk desa merasa tertarik oleh keadaan di kota).
Sehubungan dengan proses tersebut di alas, maka ada beberapa sebab yang mengakibatkan suatudaerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang baik. Artinya adalah, sebab suatu daerah mempunyai daya tarik sedemikian rupa, sehingga orang-orang pendatang semakin banyak. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebab-sebabnya adalah sebagai berikut :
I) Daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibukota
(seperti contohnya Jakarta).
2) Tempat tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha perdagangan/perniagaan. seperti misalnya sebuah kola pelabuhan atau sebuah kola yang letaknya dekat pada sumber-sumber bahan-bahan mentah.
3) Timbulnya industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.
172




Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primitif mencari makan, yaitu dengan berburu, sebagai migrator, nomad berjumlah 10-300 orang. Kenyataan ini disesuaikan dengan persediaan makanannya, berkembangnya Cara bertani menyebabkan lahirnya suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat, kampung, babakan, dengan sifat yang khas, yaitu : (a) kekeluargaan, (b) adanya kolektivitasdalam pembagian tanahdan pengerjaannya (c) ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri. Persekutuan hidup ini akan berubahdengan berkembangnya sistem kapitalisme dan masyarakat industri, artinya dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi. Menurut Koentjaraningrat, suatu masyarakatdesa menjadi su tu
persekutuan hidup dan kesatuan sosial didasarkan alas dua macam prinsip :
a. prinsip hubungan kekerabatan (geneologis),
b. prinsip hubungan tinggal dekat/teritorial.

Prinsip ini tidak lengkap apabila yang mengikat adanya aktivitas tidak diikutsertakan, yaitu :
a. tujuan khusus yang ditentukan oleh faktor ekologis,
b. prinsip yang datang dari " atas" oleh aturan dan undang-undang.
Lingkungan hubungan yang ditentukan oleh berbagai prinsip tersebut hubungannya saling terjaring, yang batas-batasnya berbeda-beda: mungkin dengan pola konsentris, artinya hubungan tiap individu dimulai dengan lingkungan kecil mencakup kerabatdan tetanggadekat, ataudengan hubungan terjaring dengan pola terkupas, di mana orang bergaul untuk suatu lapangan kehidupan dalam batas lingkungan sosial tertentu, tetapi termasuk-tidak termasuk warga dan lingkungan tadi. Dalam pola ini mungkin terjadi prinsip hubungan tempat tinggaldekat, kebutuhan khusus, ekologi, atau kekerabatan.



6. PERBEDAAN MAS YARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN

Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan. Kesan populer masyarakat perkotaan terhadap masyarakat pedesaan adalah bodoh, lambatdalam berpikir
173




dan bertindak, serta mudah ‘.tertipu" , dan sebagainya. Kesan ini disebabkan masyarakat perkotaan mengamatinya hanya sepintas, tidak banyak tahu, dan kurang pengalaman dengan keadaan lingkungan pedesaan. Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan memiliki ciri sendiri-sendiri. Mengenal ciri"ciri masyarakat pedesaan pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkannya dengan kehidupan masyarakat perkotaan.
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, tentu tidak akan mendefinisikannya secara universal dan objektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan alas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan alas dasar unsur­unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua ciri-ciri masyarakat ini dicoba ditranformasikan pada ealitas desa dan kola, dengan menitik beratkan pada kehidupannya. Ciri masyarakat desa juga mungkin belum tentu benar, sebab desa sedang mengalami perkembangan struktural yang tersusun dan terarah ke peningkatan integrasi masyarakat yang lebih luas sebagai akibat intensifnya hubungan kola dengan desa dan derasnya program pembangunan, sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Untuk menentukan suatu komunitas apakah termasuk masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan, dart segi kuantitatif sulit dibedakan Karena adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala sosial; dan perbedaannya bersifat graudal. Lebih sesuai apabila menentukan perbedaannyadengan sifat kualitas atau kriteria kualitatif, di mana struktur, fungsi, adat-istiadat, sorta corak kehidupannyadipengaruhi oleh proses penyesuaian ekologi masyarakat. Masyarakat pedesaan ditentukan oleh basis fisik dan sosialnya, seperti ada kolektivitas, petani individu, tuan tanah, buruh tani, pemaro, dan lain-lain. Ciri lain bahwa desa terbentuk erat kaitannya dengan naluri alamiah untuk mempertahankan kelompoknya, melalui kekerabatan tinggal bersama dalam memenuhi kebutuhannya. Perkembangan lanjut suatu desa akan memunculkan desa lainnya, sebagai fungsi induk desa.
Masyarakat kola ditekankan dari pengertian kotanya dengan ciri dan sifat kehidupannya serta kekhasan dalam interes hidupnya. Dalam masyarakat Kata kebutuhan primer dihubungkan dengan status sosial dan gaya hidup masa kini sebagai manusia modern.
Berbicara tentang masyarakat pedesaan dan perkotaan, sesungguhnya akan berbicara tentang sistem hubungan antara unsur-unsur yang membentuknya. Terkadang di dalam percakapan dan di dalam anggapan, desa senantiasa
174




dipertentangkan dengan kola, seakan-akan siang dan malam. Desa pada h akikatnya bukan sebuah istilah yang menunjukkan benda " tunggal" , tetapi "‘desa" mempunyai unsur-unsur yang kemudian, kalau dirakit sedemikian rupa, akan berbentuk desa. Setiap unsur dalam suatu sistem itu dapat diperlakukan sebagai satu kesatuan yang utuh.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-musing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat yang lain. Oleh Karena itu, mempelajari suatu masyarakat berarti dapat berbicara soal struktur sosial. Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.

1. LINGKUNGAN UMUM DAN ORIENTASI TERHADAP ALAM
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sulit " mengontrol" kenyataan alam yang dihadapinya, padahal bagi petani realitas alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya.
Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan­kepercayaan dan hokum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Tentu akan berbeda dengan penduduk yang tinggal di kola, yang kehidupannya " bebas" dari realitas alam, Misalnya dalam bercocok tanah dan menuai harus pada waktunya, sehingga ada kecenderungan nrimo. Padahal mata pencaharian juga menentukan relasi dan reaksi sosial.

2. PEKERJAAN ATAU MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencahariandaerah pedesaan adalah bertani. Tetapi mata pencaharian berdagang (bidang ekonomi) pekerjaan sekunder dari pekerjaan yang nonpertanian. Sebab beberapa daerah pertanian tidak lepasdari kegiatan usaha (business) atau industri, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk tujuan hidupnya lebih luas lagi. Di masyarakat kola mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan, mungkin menjadi manajer suatu perusahaan, ketua atau pimpinan dalam suatu birokrasi. Sebaliknya seorang
175



petani barns kompeten dalam bermacam-macam keahlian seperti keahlian memelihara tanah, bercocok tanam, penyakit, pemasaran, dan sebagainya. Judi, petani keahliannya lebih luas bila dibandingkan dengan masyarakat kola.

3. UKURAN KOMUN/TAS
Komunitas pedesaan biasanya lebih kecildart komunitas perkotaan. Dalam mata pencahariandi bidang pertanian, imbangan tanahdengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri; dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Tanah pertanian luasnya bervariasi. Bergantung kepada tipe usaha taninya, tanah yang cukup luasnya sanggup menampung usaha tani dan usaha ternak sesuai dengan kemampuannya. Oleb sebab itu komunitas pedesaan lebib kecil daripada komunitas perkotaan.

4. KEPADATAN PENDUDUK
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kola. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dart kola itu sendiri. Contohnya dalam perubahan-perubaban permukiman, dari pengbuni satu keluarga (individual family) menjadi pembangunan multikeluargadengan flatdan apartemen seperti yang terjadi di kola.

5. HOMOGEN/TAS DAN HETEROGEN/TAS
Homogenitas atau persamaandalam ciri-ciri sosialdan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat. dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan biladibandingkandengan masyarakat perkotaan. Kampung-kampung bagian dart snaf u masyarakat desa mengenai minat dan pekerjaannya hampir sama. sehingga kontak tatap muka lebih sering. Di kola sebaliknya, penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, mata pencaharian. Sebagai contoh, dalam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kola lebih heterogen. Hal ini Karena daya tarik dari mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi, menyebabkan kola menarik orang-orangdari berbagai kelompok etnis untuk berk umpul di kola.


176




6. DIFERENSIASI SOS/AL
Keadaan heterogen dari penduduk kola berindikasi pentingnya derajat yang tinggididalam diferensiasi sosial. Fasilitas kota, hat-hal yang berguna, pendidikan, rekreasi, agama, bisnis,dan fasilitas perumahan (tempat tinggal), menyebabkan terorganisasi-nya berbagai keperluan, adanya pembagian pekerjaan,dan adanya saling membutuhkan serta sating tergantung. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi,dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.

7. PELAP/SAN SOS/AL
Klas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti " piramida sosial" , yaitu klas-klas yang tinggi berada pada posisi alas piramida, klas menengah ada di antara kedua tingkat klas eksterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan "pelapisan sosial tak resmi" ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota:
a. Pada masyarakat kola aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau sosial­politik lebih banyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan di desa.
b. Pada masyarakat desa kesenjangan (gap) antara klas eksterm dalam piramida sosial tidak certain besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak antara klas eksterm yang kayadan miskin cukup besar. Didaerah pedesaan tingkatannya hanya kaya dan miskin saja.
c. Pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada klas menengah menurut ukuran desa, sebab orang kaya dan orang miskin sering bergeser ke kota. Kepindahan orang miskin ini disebabkan tidak mempunyai tanah, mencari pekerjaan ke kota, atau ikut transmigrasi. Apa yang dibutuhkan dan diinginkan dart golongan miskin ini sering desa tidak mampu mengatasinya.
d. Ketentuan kastadan contoh-contoh perilaku yangdibutuhkan sistem kasta tidak banyak terdapat, tetapidi Indonesia, khususnyadi Bali, ada ketentuan klas ini. Dalam kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi kedalam empat lapisan, yaitu Brahmana, Satria, Vesta, dan Sudra. Ketiga lapisan yang tersebut pertama menjadi satudengan istilah Triwangsa, berhadapan dengan yang disebut Jaba untuk lapisan keempat, yang hanya bagian terkecildari seluruh masyarakat Bali, baikdi kola maupundidesa. Lapisan
177




Triwangsa berhak memakai gelar-gelar di depan namanya, seperti :
untuk Brahmana : Ida Bagus (bagi pria);
untuk Satria : Cokorda. Dewa, Ngakan, dan Bagus;
untuk Vesia : I Gusti dan Gusti;
Sedangkan untuk Sudra : Pande, Kbon, Pasek, Pulasari, Parteka,
Sawan, dan lain-lain.
Gelar-gelar tersebutdiwariskan secara partrilineal. Mereka tinggal bersama di desa ataudi koladengan Cara-Caradan gaya hidup yang sama, bergaul erat satudengan lainnya. Gelar tidak ada sangkut-pautnyadengan mata pencaharian (Koencaraningrat, 1981).
Gambaran sistem klas di alas mungkin hanya berlaku bagi desa yang masih " ash" Dalam kenyataan,desa sekarang (terutamadi Jawa) sudah banyak mengalami perubahan. " Lapisan sosial tak resmi" sekarang muncul dalam sebutan yang Kabul seperti kaum atasan, kaum terpelajar (intelektual). golongan menengah, orang bertitel, orang kaya, kaum rendahan (Wong cilik ), para pegawai tinggi (priyayi), orang kampung,dan sebagainya,dandi f)elakang sebutan serupa itudalam alum pikiran masyarakat terkandung asosiasi dengan kedudukan tinggi atau rendah. Tinggi-rendah tentang pelapisan sosial tak resmi ini, untuk setiap warga masyarakat, lento tidak selalu sama. Beberapa contoh di masyarakat perbedaan pelapisan sosialnya banyak ditentukan alas dasar pemilikan tanah. Misalnya :
a. Menurut Ter Haar (1960) dibedakan menurut :
1) golongan pribumi pemilik tanah (sikep, kuli, baku, atau gogol);
2) golongan yang hanya memiliki rumahdan pekarangan saja, atau tanah pertanian saja (indung atau lindung);
3) golongan yang hanya memiliki rumah saja di alas tanah pekarangan orang lain, dan mencari natkah sendiri (numpang).
b. Menurut M. Jaspan (1961), di daerah Yogyakarta dibedakan menurut : I) golongan yang memiliki tanah pekarangandan sawah (kuli kenceng);
2) golongan yang memiliki tanah sawah saja (kuli gundul);
3) golongan yang memiliki pekarangan saja (kuli karang kopel);
4) golongan yang memiliki rumah sajadi alas tanah orang lain (indung telosor).

178




c. Selanjutnya Koentjaraningrat (1964) mengenal pelapisan yang sedikit menggunakan kriteria campuran :
I ) keturunan cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol);
2) pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli);
3) yang tak memilikl tanah.

d. Menurut J.M. van der Kroef ( 1956)dan C.B. Tripathi (1957), dibedakan menurut .
I ) Lapisan pertama adalah golongan elitdesa, yaitu penguasadesa yang
menguasai tanah bengkok, bersama golongan pemilik tanah yasan.
2 ) Lapisan kedua adalah kuli kenceng, yaitu mereka yang mempunyai
rumah sendiri, pekarangan sendiri, dan menguasai bagian sawah komunal.
3) Lapisan ketiga adalah kuli kendo, yaitu mereka yang mempunyai rumah dan pekarangan sendiri, tetapi belum mempunyai bagian sawah.
4) Lapisan berikutnya adalah mereka yang memiliki tanah pertanian, tetapi tidak memiliki rumah dan pekarangan yang dengan istilah setempat disebut gundul (tetapi jumlah lapisan ini sangat kecil).
5) Lapisan di baw'ahnya lagi adalah mereka yang tidak mempunyai tanah pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri yang didirikan di alas pekarangan orang lain, disebut magersarl. Sebagian besar bekerja sebagai buruh Lani.
6) Lapisan terbawah adalah mereka yang sama sekali tak memiliki apapun kecuali tenaganya. Mereka hidup bersama majikannya. Golongan ini disebut mondok-empok, bujang, tlosor, atau dengan istilah setempat lain.
Kedua lapisan terbawah itulah yang merupakan buruh tani dalam arti Kata sebenarnya. Di antara lapisan-lapisan tersebut terdapat berbagai lapisan dengan ciri peralihan atau ciri-ciri campuran, yang bersama-sama dengan keragaman istilahnya membentuk suatu pola rumit hubungan penguasaan tanah.
Istilah dari daerah ke daerah berbeda,dan kriteria berkisar sekitar mink tanah pertanian atau pekarangan, dan juga rumah. Studi-studi yang
179




menggambarkan pelapisan di daerah perkotaan masih sedikit sekali, tetapi pada umumnya kriteria yang diterapkan adalah pendapatan dan kekayaan, jadi dekat dengan pengertian klas menurut Weber. Ada pendekatan lain oleh orang asing yang berusaha menerapkan kombinasi antara kriteria, seperti kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi. Akan tetapi hal-hal seperti ini dirasakan terlalu peka.

8. MOBILITAS SOS/AL
Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya; mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya; mobiltias teritorial dari daerah desa ke kola, dari kola ke desa, atau di daerah desa dan kola sendiri.
Terjadinya peristiwa mobilitas sosial demikiandisebabkan oleh penduduk kola yang heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi, dan tingginya diferensiasi sosial.
Demikian pula di kola. Maka mobilitas sering terjadi di koladibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah)di kola lebih sering ditemukan daripada di daeraha pedesaan, dan segi-segi penting dari mobilitas tersebut adalah :
a. Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke kamar atau rumah lain, Karena sistem kontrak yang terdapat di kola; dan di desa tidak demikian.
b. Waktu yang tersedia bagi penduduk kola untuk berpergian per satuan penduduk lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang desa.
c. Berpergian setiap hari di dalam atau di luar dan pusat penduduk, di daerah kola lebih besar dibandingkan dengan penduduk di desa.
d. Waktu luang di kola lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah pedesaan, sebab mobilitas penduduk kola lebih tinggi.
Hal lain, mobilitas atau peripindahan penduduk dari desa ke kola (urbanisasi) lebih banyak ketimbang dari kola ke desa. Tipe desa pertanian dan kebiasaan pindah mempengaruhi mobilitas sosial, se`perti perpindahan yang berkaitandengan mencari kerja, ada yang menetap atau tinggal sementara, sesuai dengan musimdan waktu pengolahan pertanian. Apabila dibandingkan, penduduk kola lebih dinamis dan mobilitasnya cukup tinggi. Kesemuanya berbeda dalam hal waktudan arah mobilitasnya. Pergerakannya dapat terjadi

180



secara bertahap, balk arahnya secara horizontal ataupun vertikal. Kebiasaan ini di desa kurang terlihat, dan di kola lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif singkat.

9. INTERAKSI SOSIAL
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya waupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah pedesaan dan perkotaan, di antaranya :
a, Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas
sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit. Demikian puia kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, Koran, dan media lain yang lebih sophisticated
b. Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif Waupun secara kualitatif. Penduduk kola lebih sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lain, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah"tamah (informal), dan pribadi. Hal yang lain pada masyarakat pedesaan, daerah jangkauan kontak sosialnya biasanya terbatas dan sempit. Di kola kontak sosial lebih tersebar pada daerah yang luas, melalui perdagangan, perusahaan, industri, pemerintah, pendidikan, agama, dan sebagainya. Kontak sosial di kola penyebabnya bermacam­macaw dan bervariasi bila dibandingkan dengan " dunia kecil" atau masyarakat pedesaan.

10. PENGAWASAN SOSIAL
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat Karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Penyesuaian terhadap norma"norma sosial lebih tinggi dengan tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti sebagai pengawasan sosial. Di kota pengawasan sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang " terkena" aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.

1 1. POLA KEPEMIMPINAN
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individdu dibandingkan dengan kola.
181



Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui daripada di daerah kota. Misalnya Karena kesalehan, kejujuran, jiwa pengorbanannya,dan pengalamannya. Kalau kriteria ini melekat terns pada generasi selanjutnya, maka kriteria keturunan pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.

12. STANDAR KEHIDUPAN
Berbagai alat yang menyenangkan di rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi, fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersediadan ada kesanggupandalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkandidesa terkadang tidak demikian. Orientasi hidupdan pola berpikir masyarakatdesa yang sederhanadan scandal hidupdemikian kurang mendapat perhatian.

13. KESETIAKA WANAN SOSIAL
Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Pada masyarakat pedesaan kepanduan dan kesatuan merupakan akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, di mana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan ada kegiatan tolong-menolong (gotong­royong)dan musyawarah, yang pada saat sekarang masihdirasakan meskipun banyak pengaruh dari gagasan ideologis dan ekonomis (padat karya) ke pedesaan. Kesatuan dan kepaduan di daerah perkotaan berbeda.
Dasarnya justru ketidaksamaan dan perbendaan pembagian tenaga kerja, saling tergantung, spesialisasi, tidak bersifat pribadi, dan macam-macaw perjanjian serta hubungannya lebih bersifat formal. Pada masyarakat pedesaan ada istilah sambat. Dalam bahasa Sunda nyambet artinya minta tolong. Dalam istilah umum.bahasa Indonesia adalah gotong-royong. Aktivitas ini terlihat dalam menyiapkan pesta atau upacara membangun rumah, perkawinan, khitanan, atau kematian. Sifatnya lebih otomatis menjaga nama baik keluarga.
kegiatan ini nampak puladalam sistem pertanian sepertiderep, mengolah sawah bersama-sama secara bergiliran, dan sebagainya. Aktinitas kerja sama Vang disebut gotong-royong ini pengertiannya berkembang. Yang asalnya
182



aktivitas kerja sama antara sejumlah besar warga masyarakat desa dalam menyelesaikan sesuatu proyek tertentu bagi kepentingan umum, menjadi bersifat dipaksakan seperti padat karya. Sifat gotong-royong tidak memerlukan keahlian khusus. Semua orang dapat mengerjakannya, dan merupakan gejala sosial yang universal. Inilah yang dikatakan jiwa kebudayaan. Jiwa musyawarah nampak dalam masyarakat Indonesia Artinya, keputusan suatu rapat seolah-olah merupakan pendirian suatu badan, di mana pihak mayoritas dan minoritas saling mengurangi pendirian masing-masing, dekat-mendekati, sehingga barns ada kekuatan atau tokoh yang mendorong proses pencocokkan dengan dimensi kekuasaan mulai dari persuasi sampai paksaan. Kenyataan menunjukkan bahwa jiwa musyawarah merupakan ekpresi gotong-royong.

14. NILAI DAN SISTEM NILAI

Nilai dan sistem nilai di desa dengan di kola berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, Cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepala keluarga masih berperan. Nilai-nilai agama masih dipegang kuat dalam bentuk pendidikan agama (madrasah). Aktivitasnya nampak hidup (fenomenanya). Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan dengan kehidupan atau proses mencapai dewasanya manusia, selalui diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukup dengan bisa baca-tulis dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat subsistem tradisional, kurang berorientasi pada ekonomi. Masih banyak nilai lainnya yang berbeda dengan masyarakat kola. Dalam hal ini masyarakat kola bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.